Oleh: Mujtahid*
MECERMATI kejahatan dalam konstelasi nasional pada akhir-akhir ini, agaknya kita masih menaruh tanda tanya besar terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani tindak korupsi. Indikasi tersebut masih terus menguat, serta belum ada upaya tegas dari pemerintah atau badan tertentu, yang ingin menghukum pelaku kejahatan kelas kakap itu. Pemerintah hanya berani menangkapi tersangka korupsi kelas “daerah” yang hanya beberapa milyar saja.
Padahal, sangat ironi sesungguhnya bahwa peta penduduk bangsa kita adalah sebagian besar adalah pemeluk agama yang fanatik. Tidak diragukan lagi, bahwa kadar agama mereka sesungguhya telah berbudaya dan sekaligus melekat pada sendi-sendi kehidupan. Lebih dari itu, jumlah agamawan bangsa kita juga tidak diragukan jumlah kuantitasnya. Bukan suatu impian yang kosong, ternyata dalam ha-hal tertentu unsur simbol agama terseret dalan kerangkan kehidupan pemerintahan. Namun kondisi yang sekarang kita rasakan bersama, ternyata tingkat kejahatahan ditingkat pemerintah semakin menggila dan tidak terbendung lagi.
Selama beberapa dekade tarakhir ini, bangsa kita terjangkit penyakit korupsi yang luar biasa. Pada tingkat pemerintahan sampai daerah, nampaknya tingkat korupsi masih terus berlanjut. Tindakan yang tak bermoral ini belum ada upaya yang efektif untuk mengatasi tidakan tersebut.
Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia adalah negara yang lunak. Meskipun sebagian para pejabat pemerintah pernah bertindak korup ternyata masih juga diperkenankan menjabat di pemerintahan. Padahal, sesungguhnya seorang yang pernah cacat sosial, maka sepatutnya tidak diperkenankan lagi menjabat kekuasaan.
Selama kurang lebih tiga dekade Indonesia termasuk dalam golongan negara yang korup. Indonesia termasuk negara korup yang menempati rangking atas, nomor 86 dari 90 negara. Betapa korupnya negeri ini. Tidak ada ungkapan lain yang cocok bagi bangsa ini kecuali negeri yang kotor dan rapuh sistemnya.
Indonesia juga masuk lima besar negara yang paling korup (CPI-Coruption perception index), dan The Straits Times menyebut sebagai nomor tiga paling korup dari 99 negara. Hal ini tentu perlu langkah sistematis untuk menanggulanginya. Penanganan yang dilakukan secara parsial dan tidak melibatkan komponen bangsa justru akan mengakibatkan semakin resistensinya korupsi di Indonesia.
Meskipun kita tahu bahwa korupsi juga terjadi dihampir negara lain, namun Indonesia merupakan negara yang terparah. Dampak yang diakibatkan oleh korupsi semakin kita rasakan. Krisis ekonomi, politik, moral dan sebagainya juga berawal dari penyalahgunaan wewenang jabatan. Sehingga kerusakan struktural luar biasa hebatnya. Sangat sulit bagi bangsa kita untuk menyembuhkan budaya ini dari penyakit yang kronis ini.
Salah satu dampak yang bisa kita rasakan pada saat ini adalah ekonomi menjadi high cost, pegambilan kebijakan yang salah dapat mengakibatkan tidak efesien dalam penggunaan sumber daya. Dan sekaligus terjadinya kebocoran yang besar dari anggaran belanja negara/daerah.
Strategi Penaggulangan
Untuk Menyusun strategi penanggulangi korupsi memang tidak mudah, butuh kemahiran dan keuletan dalam menyusun jurus-jurus yang mematikan. Anggapan sementara arang, menyatakan bahwa tindak korupsi bisa ditindak melalui jalur hukum dan diasingkan serta tidak lagi diberi kesempatan untuk menjabat di suatu badan atau bidang pemerintahan.
Namun ada beberapa manajemen untuk menanggulangi korupsi tersebut. sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudiran Ail (2001), bahwa pertama adalah good will pemerintah. Yakni berkaitan dengan komitmen pemerintah dalam melakukan penanggulangan korupsi secara mendasar, termasuk ketegasan dalam melakukan penindakannya. Karena tanpa ketegasan tersebut, adanya good will ini mustahil korupsi akan bisa diberantas.
Kedua, perlu dibentuknya badan khusus. Badan ini harus terdiri dari orang-orang yang profesional dan berpengalaman dalam menangani dan menyelesaikan masalah tindakan korupsi. Dan tidak kalah pentingnya adalah memiliki integritas moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga badan ini tidak terkesan mengada-ada. Di samping tugas tersebut, tugas selanjutnya adalah menampung informasi dari masyarakat yang kemudian diteruskan dengan menindak lanjuti dari indikasi melakuakn tindakan korupsi. Pelaksanaannya harus transparan dan dapat diketahui oleh publik dengan catatan masih memperhatikan koredor hak-hak azasi manusia.
Ketiga, adanya strategi nasional (integritas) mengenai upaya penanggulangan korupsi. Strategi ini harus komprehensif dan terintegrasi, yang meliputi jangka pendek yang berupa tindakan hukum dengan lebih tegas dan konsisten. Hal ini bertujuan untuk melakukan “shock therapy” bagi para pelaku serta peringatan bagi petensial offender.
Keempat, perlu adanya revisi perundang-undangan. Hal ini diharapkan menjadi bahan pijakan bagi penegak hukum dalam melakukan pembarantasan korupsi. Subtansi yang perlu direvisi berkenaan dengan acaman pidana bagi pelaku.
Kelima, adanya dukungan dan peran dari masyarakat. Pemberatasan korupsi perlu partisipasi masyarakat dan sekaligus peran aktifnya di dalam memberikan informasi tentang terjadinya korupsi. Dengan kata lain, peran publik dalam hal ini adalah melakukan pengawasan terhadap wakil-wakilnya yang sedang duduk di setiap lembaga atau bidang tertentu.
Terakhir, perlu ditingkatkan kewaspadaan. Strategi yang terakhir ini perlu diusahakan sedemikian rupa sehingga tindakan kejahatan korupsi dapat diminimalisir. Bentuk pengawasan ini mulai dari tingkat atas sampai bawah. Sehingga pengawasan ini adalah pengawasan sistem. Dengan pengawasan sistem, maka upaya untuk melakukan korupsi akan mudah terdeteksi dan tertangkap.
*) Mujtahid, Dosen UIN Maliki Malang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar