Mujtahid*
SALAH satu tuntutan penting dalam otonomi daerah (otda) kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan adalah perlunya perumusan ulang kurikulum. Hal ini merupakan upaya konstruktif dalam rangka menyikapi berbagai kebutuhan dan kemungkinan guna meningkatkan kemandirian di bidang pendidikan pada era mendatang. Sebagai sebuah acuan proses pengajaran, kurikulum merupakan kunci utama yang akan membentuk dan mengantarkan peserta didik untuk menyandang predikat yang lebih baik.
Istilah kurikulum biasa dipergunakan dalam dunia atletik curere yang berarti “berlari”. Istilah ini erat hubungannya dengan kata curier (kurir) yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Seorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum kemudian diartikan orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (Nasution, 1980). Istilah tersebut kemudian mengalami perpindahan arti, dari dunia atlitik ke dunia pendidikan. Sebagai misal pengertian kurikulum yang tercantum dalam Webter’s Internaional Dictionary; Curriculum: course; a specified fixed course of study , as in a scholl or college, as one leading to a degree. Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Di samping itu, kurikulum juga diartikan sebagai rencana yang sengaja dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan.
Dari sejumlah pengertian di atas, pengertian kurikulum memang agak susah dapat diartikan dengan satu makna, bahkan defenisi tersebut memiliki banyak arti. Tetapi dari beberapa pengertian tersebut, ada satu kata akhir sebagai kata kunci yaitu tercapainya tujuan tertentu dalam pendidikan.
Perumusan Ulang
Pemberlakuan Otda pada masing-masing Pemda Tingkat II merupakan kesempatan yang cukup baik dalam mengembangkan peran pendidikan sesuai dengan kekayaan aneka ragam budaya dan potensi yang terkandung di dalamnya. Sebagai sebuah konsekwensi logis, pendidikan yang selama ini tersentralisasi tentu dalam perjalannya nanti akan berbeda. Karena itu, agenda yang perlu dilakukan adalah perumusan ulang dan meninjau kembali muatan lokal tentang tujuan kurikulum.
Perumusan tujuan kurikulum pada umumnya didasarkan pada konsep-konsep sifat belajar, pelajar, dan masyarakat. Mc. Neil (1997) mengemukakan adanya empat konsep yang mempengaruhi pengembangan kurikulum dewasa ini, yaitu Pertama, kurikulum yang dikembangkan atas dasar pandangan humanis. Kurikulum ini cenderung merumuskan tujuan pendidikan dengan menekankan pada kebutuhan individual demi pertumbuhan dan integritas personal.
Kedua, perumusan kurikulum yang dikembangkan atas dasar pandangan rekonstruksi sosial. Artinya, bahwa tujuan kurikulum merupakan penekanan pada pembaharuan masyarakat dan kebudayaan. Tamatan pendidikan diharapkan menjadi masyarakat yang mampu melakukan inovasi dan pembaruan terhadap masyarakat dan kebudayaan. Demikian pula halnya dengan pandangan-pandangan yang lain, terdapat perbedaan penekanan tujuan.
Ketiga, perumusan terhadap teknologi institusional. Tujuan pengembangan kurikulum adalah mengurutkan tujuan-tujuan pengajaran secara sistematis logis sehingga siswa dapat mengembangkan ketrampilan dan pengetahuannya secara saling berhubungan sepanjang tahun. Aspek pengembangan kurikulum jenis ini biasanya menghasilkan skope (cakupan, luas) dan urutan, struktur, pengembangan urutan, atau organisasi kurikulum yang lain.
Keempat, adanya perumusan terhadap penyeleksian bahan kurikulum. Dalam penyeleksian bahan kurikulum harus dibentuk team yang membahas dan menyusun bahan secara keseluruhan. Team pengembang harus memformulasikan seluruh aspek, yaitu yang meliputi tujuan (goals, objectives), urutan, bahan metode, dan evaluasi.
Dari keempat deskripsi konsep di atas, perlu catat tebal-tebal bahwa kurikulum dalam otda sangat berkaitan dengan pengembangan kedaerahan. Sehingga dapat dipastikan bahwa muatan lokal akan sangat relevan dengan pengembangan kurikulum masa depan. Muatan lokal diasumsikan sebagai media untuk menambah khazanah pengetahuan siswa tentang kenyataan lingkungan dan potensi yang terdapat di daerah.
Unsur yang terdapat dalam mutan lokal antara lain lingkungan alam yang meliputi: pantai, dataran rendah termasuk di dalamnya daerah aliran aliran sungai, dataran tinggi,dan pegunungan atau gunung. Pola lingkungan sosial dan budaya meliputi; perikanan darat atau perikanan laut, peternakan, persawahan, perladangan dan perkebunan, perdagangan, termasuk di dalamnya jasa, produksi industri kecil, termasuk di dalamnya industri rumah tangga dan industri kerajinan, indutri besar, dan pariwisata
Impelementasi dari muatan lokal ini mengacu pada dasar dan landasan yang telah ditetapkan pemerintah. Yakni Landasan Idiil, Landasan Hukum, Landasan Teori dan landasan demografik.
Berdasarkan landasan teori dan demografik bahwa: Pertama, tingkat kemampuan berfikir siswa usia Sekolah Dasar adalah dari konkrit ke absrak. Oleh sebab itu, dalam penyampaian bahan kepada siswa Sekolah Dasar harus diawali dengan pengenalan hal yang ada disekitarnya. Menurut konsep asimilasi Jeans Piaget (1972) bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik. Penerapan gagasan baru dengan bantuan gagasan atau pengetahuan yang telah ada ini sebenarnya telah dikemukakan oleh John Freieddrich Herbart yang dikenal dengan istilah appersepsi.
Kedua, pada dasarnya anak-anak usia Sekolah Dasar memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, mereka selalu akan gembira bila dilibatkan secara mental, fisik, dan sosialnya dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila diberi kesempatan untuk mempelajari lingkungan sekitarnya yang penuh sumber belajar.
Ketiga, Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan memiliki beraneka ragam adat istiadat, tatacara dan tatakrama pergaulan, seni dan budaya serta kondisi alam dan sosial yang juga beraneka ragam. Untuk melestarikannya perlu melalui program pendidikan dengan tujuan menjaga keutuhan lingkungan sosial, alam dan budaya peserta didik sedini mungkin.
Keanekagaraman inilah yang harus menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan ulang kurikulum yang lebih baik dan menarik bagi pengembangan pendidikan masa depan. Tanpa upaya demikian, pendidikan dalam Otda akan kehilangan peran strategisnya di dalam menerapkan cita-cita otonomi pendidikan.
*)Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Senin, 29 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Thanks ya mg jd amlyh...amin
BalasHapus