Mujtahid*
SETIAP manusia adalah insan keilahian (ruh) yang berkendaraan raga. Hati (qalb) yang disinari cahaya ruh mampu menangkap pesan-pesan suci ayat-Nya, baik yang tersurat maupun tersirat dalam jagad raya cipataan-Nya. Karena hati bisa menjadi kompas yang menuntun arah dan tujuan hidup manusia.
Krisis multi dimensional yang melanda negeri ini diduga berasal dari krisis mental. Karena kebenaran dari Tuhan hanya dapat ditangkap oleh hati yang bersih, hati yang selalu ingat Tuhan. Apabila hati lalai dari mengingat Tuhan, maka akan sulit menangkap isyarat dan tanda yang Tuhan berikan, serta tidak mampu melihat cahaya kebenaran dan akan terjerumus dalam kegelapan dosa.
Dalam kitab suci al-qur’an, penciptaan manusia terdiri dari dua tahap, yaitu “menjadikannya lengkap” dan “mengembuskan kedalamnya ruh-Ku”. Hal ini bermakna, entitas manusia lengkap (jasmani) dan ruh adalah dua entitas yang berbeda. Ruh memberi jasmani karakter kemuliaan
Manusia paling efektif (adiguna) adalah manusia yang mampu terus menjaga interaksi elemen halus dan fisiknya dengan taqwa dan istiqomah, agar terlahir karakter insan kamil.
Menurut Ronny Astrada (2006), bahwa manusia diciptakan memiliki kecenderungan negatif, al-nafs al-ammarah bi al-su’. Dalam ayat al-qur’an yang mengindikasikan bahwa saat hati dalam kondisi al-nafs al-ammarah bi al-su’ tersebut maka hati akan kotor, pekat, mengeras, dan bila tak terpulihkan, maka pemiliknya akan mati secara spiritual atau menjadi kafir-fasik, fasik-mikro (munafik).
Setiap manusia tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari sifat lupa. Sehingga tindak-tanduknya menjadi tidak konsisten dengan lisannya dan tidak konsisten dengan apa yang diyakininya dalam hati. Lupa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kondisi mental ketika suatu objek terlepas dari ingatan, tersisihkan dari hati seseorang.
Dari sudut pandang bahasa dan al-qur’an, lupa adalah terlepasnya ingatan akan Tuhan yang mengakibatkan seseorang menjalani aktivitas mental dan fisiknya tanpa kesadaran akan prinsip-prinsip yang telah diajarkan lewat wahyu-Nya.
Imam Al-Ghazali mengiaskan lupa seperti mendung, yakni terhalangnya mentari oleh awan. Kala awan tersibak, maka mentari pun bersinar kembali. Dengan demikian, kala tabir-maya dalam hati tersibak, ingatan pun pulih seperti sedia kala. Dengan tersebut, dia mengisyaratkan bahwa lupa bisa disembuhkan dan ingatan dapat dipulihkan.
Penyebab terjadinya lupa itu ada tiga hal yaitu pertama, fitrah hati yang tidak luput dari kekurangan. Hal ini terkait dengan keterbatasan material penyusun otak, karena volume otak seseorang biasanya sudah terspesifikasi kapasitas, daya tampung, dan juga daya nalarnya.
Kedua, Minat hati yang cenderung pada suatu bidang kajian saja, sebagai konsekuensi dari fitrah keterbatasan kapasitas otaknya. Sehingga membuat seseorang menghabiskansebagian besar waktunya dalam bidang tersebut dan menomorduakan hal-hal lainnya.
Ketiga, tertabirinya pedoman asasi dalam diri seseorang. Hal inilah yang merupakan penyebab lupa yang paling pokok. Pedoman asasi yang belum tersingkap akan membuat tindakan seseorang tidak terencana, tidak bermisi dan sepenuhnya reaktif. Maka segala tindakannya merupakan jawaban segera atas masalah yang muncul.
Oleh karena itu, bagaimana cara mencegah agar kita tidak cepat lupa? Berikut ini adalah kiat-kiat praktis mengurangi lupa, dan menajamkan memori. Pertama, dengan cara mengulang-ulang suatu data baru. Cara ini sangat efektif karena didukung fakta bahwa semakin banyak pergerakan bolak-balik neurotransmitter melintasi synapse, maka semakin kuat rekaman memori yang dihasilkan.
Kiat kedua, yaitu disebut dengan mnemonic devices (piranti mnemonik), yang berasaskan dua prinsip utama, yaitu abstraksi informasi menjadi bentuk yang mudah diingat dan memberikan isyarat pemulihan (retrieval cue, bint) yang ampuh untuk memanggil informasi kala dibutuhkan.
Ronny Astrada juga menjelaskan tentang metode T2B4 (tinjau, tanya, baca, bayangkan, bawakan, bahas). Metode ini merupakan cara efektif yang perlu dipakai untuk mengingat materi tertulis misalnya; dengan cara harus meninjau bab, membuka halaman-halaman dan membaca subjudulnya secara selayang pandang.
Lupa juga bisa dilawan dengan membuat pertanyaan mengenai pokok materi bacaan dan camkan pertanyaan tersebut saat Anda mulai membaca isi bacaan. membaca disini dijadikan aktivitas dengan target untuk menjawab pertanyaan tadi
Setelah membaca, selanjutnya renungkan isi bacaan dengan membuat contoh-contoh aplikasi dan penerapan praktis atas isi bacaan, ucapkan isi bacaan tersebut, setelah membaca seluru bab, lakukan aktivitas selayang pandang lagi, lalu tutup buku dan cobalah menghadirkan materi bab berikut pokok pokoknya dari seluruh bacaan tersebut.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar