Mujtahid*
DALAM doktrin Muhammadiyah, sikap profesionalisme sesungguhnya telah sejak lama terwujud dengan gerakan tajdidnya. Gerakan ini memancarkan suatu kesan yang sangat kuat bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh Muhammadiyah harus dalam kerangka berdayaguna, memberi arti bagi kehidupan dan kemajuan umat, mempertimbangkan efektifitas dan efesiensiensi dan sangat responsif terhadap nilai-nilai kemodernan. Jika doktrin tersebut dipahami dan dicamkan secara sungguh-sungguh dalam setiap bidang aktivitas, maka sesungguhnya istilah profesionalisme bukanlah slogan baru yang dikenal oleh organisasi Muhammadiyah.
Apalagi dalam tubuh Muhammadiyah sudah sedemikian kuat terbiasa dengan budaya kerja. Contoh konkritnya adalah pendiri Muhammadiyah sendiri yakni Ahmad Dahlan. Dorongan kuat Ahmad Dahlan melalui persyarikatan Muhammadiyah telah menghasilkan amal usaha yang begitu banyak dirasakan bagi umat Islam. Bahkan, menurut M. Amin Abdullah, bahwa Muhammadiyah bukan saja dikenal sebagai gerakan keagamaan tetapi lebih dari itu sebagai gerakan sosial-kemasyarakatan. Artinya bahwa Muhammadiyah hidup ditengah-tengah masyarakat yang diharapkan mampu memberikan kerahmatan bagi segenap umat dengan melalui berbagai amal usahanya, termasuk lewat amal usaha di bidang pendidikan.
Menyadari akan pentingnya visi profesionalisme, maka persyarikatan Muhammadiyah dalam Muktamar 2000di Jakarta mengamanahkan tugas bagi generasi muda Muhammadiyah saat ini untuk mengedepankan profesionalisme, yang kemudian diwujudkan dengan dalam Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi (LPTP). Lembaga ini dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan profesionalisme dalam berbagai sektor amal usaha yang dimiliki oleh organisasi Muhammadiyah. Lebih khusus lagi, keberadaan lembaga LPTP merupakan sebagai perwujudan dari tolak ukur sumber daya manusia yang memberikan kontribusi ke dalam sendiri maupun luar Muhammadiyah.
Melihat obsesi-obsesi Muhammadiyah yang begitu besar, maka dalam implementasinya ke masa depan harus didukung dengan visi profesionalisme yang memadahi. Sekolah-sekolah yang bernaung dalam amal usaha Muhammadiyah harus senantiasa diharapkan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi peminat peserta didik, bagi orangtua, masyarakat maupun negeri ini. Tegasnya, bahwa membangun visi profesionalisme di kalangan sekolah Muhammadiyah sesungguhnya bukanlah kata yang berlebihan. Sebab, jika melihat persaingan di era globalisasi seperti sekarang ini, hampir setiap napas kehidupan selalu menuntut adanya suatu sikap yang profesional. Tuntutan bagi tercapainya standar yang bersifat universal bagi produk dan layanan (services) pada masyarakat semakin kuat. Dengan demikian, jika visi profesionalisme tertancap kokoh terhadap setiap pelaku Muhammadiyah, maka rasanya untuk berkompetesi di era informasi saat ini akan selalu siap.
Sudah tidak diragukan lagi bahwa amal usaha yang dikelola Muhammadiyah di bidang pendidikan secara kuantitas begitu luar biasa. Tetapi seberapa besar di antara sekian banyak jumlahnya itu yang bermutu/berkualitas. Inilah barangkali yang perlu digarap generasi Muhammadiyah ke depan. Sekolah-sekolah yang sedang termarginalisasi oleh arus kompetisi global harus dihidupkan kembali dengan desain, rancangan dan visi baru yang menjanjikan kualitasnya.
Salah satu dampak modernisasi yang terasa pada dekade terakhir ini adalah menguatnya isu-isu manajemen. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam produk ala modernis tentu harus punya kepiawian di bidang manajemen. Pada setiap sektor kehidupan riil yang tergelar di atas dunia ini membutuhkan sebuah manajemen. Namun akhir-akhir ini, kualitas manajemen sekolah-sekolah Muhammadiyah sedang menghadapi krisis manajemen.
Padahal, persoalan ini merupakan esensi dari setiap gerak dan aktivitas yang membutuhkan pengelolaan, perencanaan, pengembangan dan lain sebagainya. Bukan hal yang berlebihan, apabila ada pepatah “sesuatu kebajikan yang tidak terorganisasir akan tergilas oleh kajahatan yang terorganisasir”. Sekolah-sekolah Muhammadiyah apabila tidak dikelola dengan manajemen yang baik akan tergilas oleh sekolah-sekolah lain yang terkelola dengan manajemen yang baik.
Karena itu, untuk membangun visi profesionalisme sekolah Muhammadiyah, tentu saja membutuhkan manajemen organisasi sekolah yang kokoh. Sekolah-sekolah yang tidak memiliki manajemen yang berwibawa akan cepat goyang dan rapuh diterpa oleh arus perubahan dan perkembangan zaman. Sehingga, visi profesionalisme dalam kaitannya dengan pengembangan mutu sekolah harus mempertimbangkan manajemen itu sendiri. Dengan kerangka inilah diharapkan sekolah yang layak huni akan memberikan hasil dan layanan yang memuaskan bagi semua pihak.
Menurut M. Sarbiran, bahwa sudah saatnya sekolah Muhammadiyah harus mengubah paradigma lama dengan menggantikan paradigma baru yang lebih sesuai dengan tuntutan dunia global. Maksud dari perubahan paradigma sekolah itu adalah membangun manajemen sekolah berbasis mutu. Untuk memenuhi standar kelas global, sekolah Muhammadiyah harus mencari alternatif ke depan yang inovatif dengan program-program unggulan. Hanya dengan cara itulah sekolah-sekolah Muhammadiyah akan memperoleh pelanggan dan dukungan masyarakat. Saat ini, masyarakat sudah sudah pandai memetakan antara sekolah yang maju dengan sekolah “jenuh”. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun sekolah yang dikemas dengan program unggulan –sekolah unggulan, sekolah model- itu terkesan mahal, tetapi banyak orang yang rebutuan untuk menyekolahkan anak-anaknya di situ. Dengan sedikit agak mahal, tetapi mutunya terjamin maka orang akan berlomba-lomba untuk memilihnya.
Terkait dengan manajemen mutu sekolah tersebut, Sarbiran menjelaskan bahwa sekolah Muhammadiyah paling tidak harus bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini. Pertama, bagaimana produk sekolah (lulusan) yang diharapkan oleh masyarakat, dalam hal ini adalah pelanggan. Kedua, bagaimana desain proses pembelajaran harus dilakukan. Ketiga, bagaimanakah menjalankan proses pembelajaran agar efesian dan efektif, dan keempat, bagaimanakah lulusan agar dapat berkualitas dan berkompetisi.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terpulang kepada visi profesionalisme. Melaksanakan pilar demi pilar yang terkandung dalam pertanyaan tersebut, tidak bisa dengan apa adanya. Tetapi membutuhkan kerja keras atau etos yang tinggi dan jiwa yang berlandasikan visi profesionalisme. Manajemen mutu sekolah harus selalu diarahkan kepada empat tahapan tersebut secara berkelanjutan dan terus menerus.
Selain tersebut di atas, untuk mencapai standar dan norma-norma serta nilai-nilai kualitas sekolah diperlukan upaya pemberdayaan. Salah satu pemberdayaan yang perlu dilakukan adalah guru. Dalam organisasi sekolah, guru merupakan aktor atau agent penting yang berpengaruh kepada kualitas sekolah. Karena itu, kepala sekolah menduduki peranan penting dalam usahanya memberdayakan guru. Kepada guru sekolah harus membangun visi profesionalisme dalam meningkatkan pelayanan pelanggannya.
Salah satu kelemahan yang dihadapi oleh sekolah SMU Muhammadiyah di Malang adalah profesionalisme. Pada penelitian ini diungkap bahwa profesionalisme baru mulai pada tingkap partisipasif. Sementara dalam teori-teori pendidikan profesionalisme membutuhkan pembenahan atau perbaikan diri (sefl improvement), kemitraan (relation) yang saling menerima dan memberi pengalaman dan pengetahuan. Selain itu, profesionalisme juga dapat diukur dari segi komitmen dan dedikasi, keahlian dan peningkatan kesejahteraan.
Pengembangan profesionalisme di sekolah SMU Muhammadiyah, khususnya di Malang, terganjal oleh terbatasnya sumber finansial (kesejahteraan), lemahnya kontrol (control, supervision) akdemik. Kelemahan ini barangkali juga sedang dihadapi oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang berada di tempat lain. Dengan berbagai kelemahan tersebut, implikasinya menjalar pada kegiatan proses belajar menjadi kuarng efektif, mutu pendidikan menjadi rendah, serta pengaruh yang sangat mencengangkan adalah menurunnya kuantitas minat peserta.
Persoalan yang terakhir, merupakan persoalan sangat serius. Bagaimana bisa terjadi sekolah yang dulunya dikenal sebagai pelopor pembaru di bidang pendidikan dengan integritas keilmuan bisa ditinggalkan oleh peserta didiknya. Kesan yang terakhir itu pula telah melahirkan sikap di kalangan warga Muhammadiyah sendiri tidak percaya kepada sekolahnya sendiri.
Dengan tidak berdayanya sekolah-sekolah Muhammadiyah, maka sudah saatnya perlu untuk melakukan reaktualisasi gerakan pendidikan Muhammadiyah. Kepedulian Muhammadiyah di bidang pendidikan harus terus terpancar laksana lambang matahari. Oleh karena itu, pembenahan lembaga-lembaga sekolah Muhammadiyah harus mendapat apresiasi dari semua warga Muhammadiyah, baik pakar di bidang pendidikan, maupun yang bukan pakar tetapi kemampuan di bidang lain. Apalagi berbicara masalah tokoh pendidikan, di kalangan warga Muhammadiyah tidak kesulitan untuk mencari tokoh-tokoh pendidikan, baik skala lokal maupun nasional bahkan internasional.
Dari uraian di atas, dapat dipahami dan ditafsirkan bahwa untuk membangkitkan kualitas sekolah Muhammadiyah kembali menuju tatanan kehidupan modern, harus memiliki visi profesionalisme. Sebagaima pesan pendiri (founding fathers) Muhammadiyah bahwa jadilah pelaku Muhammadiyah yang yang dapat menghidupkan dan menggerakkan persyarikatan ini.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar