Oleh: Mujtahid*
ALVIN Toffler, dalam bukunya "The Trird Wave" (1980), menguraikan bahwa manusia kini memasuki gelombang ketiga, yakni era informasi. Sebagai seorang futurolog, ia beranggapan bahwa sejarah umat manusia di muka bumi ini, paling tidak telah melewati tiga fase atau babakan sejarah.
Fase pertama, adalah ketika manusia memasuki fase pertanian, yang terjadi disekitar sungai Tigris dan sungai Euphrat sekitar 4000 tahun lalu. Fase kedua, adalah ketika umat manusia memasuki era industri. Ini terjadi kurang lebih 500 tahun lalu dengan Eropa Barat, khususnya Inggris dan Belanda sebagai pusat pembiakannya. Dan kini, sedang melewati fase ketiga, yakni era informasi yang dimotori oleh negara Amerika bersama Eropa Barat dan Jepang menjadi aktor-aktor utamanya.
Era informasi ini ditandai dengan semakin meningkatnya tenaga kerja, dan kian terarahnya pikiran ke dalam kegiatan yang berhubungan dengan teknologi informasi. Selain itu, berperannya teknologi informasi dalam segala lini sektor kehidupan, baik itu kegiatan pendidikan, ekonomi, politik, dan budaya, mulai dari tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, laju kehidupan manusia sangat ditentukan olehnya. Lebih-lebih ditandai dengan penemuan-penemuan dalam bidang hardware dan software informasi serta penyebarannya yang kian menjangkau seluruh penjuru dunia. Teknologi informasi semakin memungkinkan manusia untuk melakukan hubungan satu sama lain secara intens, efektif dan efesien. Teknologi informasi modern yang kecanggihannya terus berkembang membuat manusia kian mampu memecahkan problema-problema hidup, kian memudahkan pencapaian taraf hidup yang lebih maju.
Fungsi bagi Edukatif
Sejauh ini, banyak aliran atau mazhab edukatif yang saling mengklaim bahwa dirinya merupakan aliran yang paling mumpuni. Sebut saja misalnya, aliran behaviorism, ia menganggap bahwa manusia adalah organisme yang pasif, yang sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan. Pola pikir atau tingkah laku individu pada dasarnya adalah respons individu terhadap stimulus.
Atas dasar pandangan mazhab di atas, maka dunia pendidikan sangat memerlukan sebuah stimulus agar dapat merangsang pikiran (kecerdasan), pengalaman dan tingkah laku bagi setiap individu. Oleh karena itu, kehadiran teknologi informasi tidak saja dinilai penting bagi proses edukatif, tetapi merupakan bagian yang sangat besar pengaruhnya dalam memberikan “stimulus” sebagai pendorong segala perubahan, baik secara personal maupun institusional. Perubahan yang dimaksud adalah terjadinya aktivitas individu atau institusi/lembaga dapat menjadi lebih profesional dalam penyelenggaraan peran-peran edukatifnya secara efektif dan efesien.
Secara sosiologis, hadirnya teknologi informasi telah memberikan dampak kemajuan yang dahsyat bagi proses dunia pendidikan. Metode-metode tradisional dahulu yang sering dipakai di berbagai tingkat sekolah maupun Perguruan Tinggi sudah mulai agak bergeser dan berubah. Keterbatasan sumber-sumber pengajaran yang dirasakan pada masa lalu, sekarang telah menjamur dan merebak dengan sendirinya. Bahkan, apa yang dahulu sulit dijangkau oleh pancaindra manusia, kini hampir semunya bisa diindra berkat kecanggihan teknologi informasi itu. Hanya pertanyaannya adalah apakah semua pelaku dalam dunia edukatif mampu memanfaatkan sumber media, terutama dari teknologi informasi itu sehingga dapat berguna secara intensif? Pertanyaan ini barangkali menjadi kendala cukup serius yang harus dihadapi para tenaga edukatif.
Menyadari akan merebaknya teknologi informasi, di dalam masyarakat edukatif juga masih terjadi pandangan yang paradoks. Ada sebagian dari tenaga edukatif yang antusias dan merespon segala teknologi informasi itu dengan positif, sementara sebagian yang lain memandang bahwa dengan hadirnya teknologi informasi itu justru dipandang sebagai perusak nilai-nilai edukatif itu sendiri. Silang pendapat ini saling tarik menarik antara yang merisaukan, terutama bagi mereka yang mengajarkan materi pendidikan yang berhubungan dengan penanaman sikap, tingkah laku dan nilai-nilai moral. Sedangkan bagi mereka yang mengajarkan materi umum, sosial, eksak (IPA) pasti harus bersentuhan dengan sumber-sumber teknologi informasi, sehingga teknologi informasi adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditepis.
Persepsi kontradiktif ini masih mewarnai di sebagian pendidikan. Apalagi tingkat kemajuan pendidikan yang ada di masyarakat masih begitu beragam. Kesenjangan antara pendidikan di pelosok desa dengan pendidikan di pusat perkotaan masih terasa sekali. Di pelosok desa, masyarakat masih menganggap bahwa teknologi informasi itu barang yang terlalu mewah, atau bahkan belum saatnya tiba untuk menggantikan tradisi dan kebiasaan yang telah lama mengakar. Mungkin juga secara material masyarakat desa belum bisa menjangkaunya, sehingga mereka lebih baik melestarikan tradisi lama yang sudah ada. Sementara di pusat perkotaan, segala media dan sumber teknologi informasi datang dengan sendirinya, bahkan masyarakat kota secara “psikologis” menjadi bagian dari agen teknologi informasi itu sendiri. Inilah perbedaan karakter sisi-sisi edukatif yang masih perlu disadari di masyarakat pendidikan nasional ini.
Untuk menghubungkan perbedaan persepsi tersebut, maka harus diperlukan sosialisasi dan komunikasi yang intens. Karena, secara kuantitatif warga edukatif yang tersebar diberbagai daerah, tingkat pengenalan dan penguasaan masih relatif lemah. Sehingga yang harus disadari adalah menjadikan teknologi informasi sebagai sesuatu yang mengundang daya tarik dan dapat menjadi solusi untuk mengurangi keterbatasan dan kesulitan yang selalu dihadapi di dunia pendidikan, terutama saat proses interaksi belajar mengajar itu terjadi.
Peran teknologi informasi dapat membantu proses pembelajaran agar lebih efektif dan efesien dan dapat digunakan untuk akselerasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah kehidupan masyarakat. Jadi, para para pengembang dan praktisi pendidikan dapat mendesain pembelajaran secara lebih kreatif dan adaptif dalam memanfaatkan sumber-sumber teknologi informasi dengan maksimal.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Jumat, 01 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar