Mujtahid *
Pendahuluan
Sejak tahun 2002, secara resmi konsep Komite Sekolah digulirkan oleh menteri pendidikan nasional. Sebagaimana telah kita ketahui, proses kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Salah satu landasan hukum yang melahirkan Kepmendiknas tersebut antara lain adalah UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2001 – 2005. Bab VII tentang Pendidikan dalam UU tersebut, antara lain mengamanatkan bahwa untuk melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan perlu dibentuk ”dewan sekolah” di setiap kabupaten/kota, yang kemudian lebih dikenal dengan nama generik ”dewan pendidikan”. Kemudian di setiap satuan pendidikan dibentuk “komite sekolah/madrasah”.
Lahirnya Kepmendiknas tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sesungguhnya tidak terlepas dari perubahan paradigma pelaksanaan urusan pemerintahan di negeri ini sejak kelahiran UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hampir semua urusan pemerintahan di negeri ini telah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, kecuali tiga urusan, yakni urusan politik luar negeri, keuangan, dan agama.
Dengan demikian, pendidikan termasuk urusan yang diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk melaksanakan urusan dalam bidang pendidikan, komponen masyarakat tidak boleh tidak harus diajak bicara, harus ikut dilibatkan, mulai dari memberikan masukan dalam perencanaan dan juga dalam pengawasan dan penilaian program pendidikan. Itulah sebabnya dalam pelaksanaan urusan pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabu-paten/Kota harus melibatkan komponen masyarakat sebagai mitra kerja sama. Termasuk satuan pendidikan, kepala sekolah juga harus menjalin hubungan dan kerja sama dengan komponen masyarakat yang bergabung dalam komite
Dengan diterbitkannya UU 25 Tahun 2000 tentang Propenas (program Pembangunan Nasional) dinyatakan bahwa ada tida tantangan besar dalam pendidikan di Indonesia. Yaitu (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai (2) mempersiapkan SDM yang kompetan dan mampu bersaing dalam pasar kerja global, (3) sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memerhatikan keragaman, memerhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Dari beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa ada lima pokok persoalan yang harus dipecahkan bersama yaitu mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan, pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas pendidikan.
Konsep Komite sekolah
Berdasarkan lampiran nomor II dalam keputusan Mendiknas No. 044/2002, Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pra-sekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur luar sekolah.
Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (PP No. 17 Tahun 2010)
Sejak digulirkannya otonomi pendidikan, bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Komite sekolah berada ditengah-tengah mereka untuk menjembatani kepentingan di dalam dan luar sekolah. Keberadaan komite sekolah dan dewan pendidikan diatur dalam keputusan Mendiknas No. 044/2002.
Peran Serta Masyarakat
Apakah masyarakat memang memiliki peran dalam urusan pendidikan? Kalau ya, apa saja peran tersebut? Dalam Pasal 188 (2) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, peran serta masyarakat telah dirumuskan sebagai berikut. Masyarakat menjadi sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai peran dalam bentuk (a) penyediaan sumber daya pendidikan, (b) penyelenggaraan satuan pendidikan, (c) penggunaan hasil pendidikan, (d) pengawasan penyelenggaraan pendidikan, (e) pengawasan pengelolaan pendidikan, (f) pemberian pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya; dan/atau (g) pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan pendidikan dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya. Cukup banyak dan beragam kemungkinan peran yang dapat ditunaikan oleh masyarakat dalam urusan pendidikan.
Siapa masyarakat siapa saja yang akan melaksanakan peran yang begitu berat tersebut? Pertanyaan ini dapat dijawab dalam rumusan Pasal 188 (1) bahwa ”Peran serta masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”. Bahkan dalam Pasal 188 (4) dinyatakan bahwa peran serta masyarakat secara khusus dapat disalurkan melalui dewan pendidikan tingkat nasional, dewan pendidikan tingkat provinsi, dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota, komite sekolah, dan atau organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan. Itulah sebabnya, dewan pendidikan, mulai dari dewan pendidikan tingkat nasional, provinsi, sampai dengan kabupaten/kota, serta komite sekolah diposisikan menjadi wadah peran serta masyarakat yang paling dominan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan.
Tugas Dewan Pendidikan
Dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 dijelaskan dengan lebih gamblang bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mempunyai fungsi memberikan pertimbangan kepada birokrasi pendidikan. Pelaksanaan fungsi ini tidak akan dapat dilakukan jika Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak memiliki data dan informasi atau bahan yang digunakan untuk memberikan pertimbangan itu. Oleh karena itu, dalam Pasal 192 (4) dijelaskan tentang tugas untuk memperoleh data dan informasi yang akan diserahkan sebagai bahan pertimbangan. Pasal ini menyebutkan bahwa: ”Dewan Pendidikan bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomendasi kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan”. Dalam ayat berikutnya, Pasal 192 (5) disebutkan bahwa ”Dewan Pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 192 (4) kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman, pertemuam, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai pertanggungjawaban publik”.
Tujuan Komite Sekolah
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam menyeleng-garakan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Peran dan Fungsi
UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 54 diamanatkan bahwa: 1) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. 2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Kelanjutan dari pasal 54 dia atas, mengatur bahwa peran dewan pendidikan dan komite sekolah yaitu:
1. Masyarakat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
2. Dewan pendidikan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunya hubungan khierarkis.
3. Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Adapun secara khusus peran komite sekolah sebagai berikut:
1. Pemberi pertimbangan (Advisory agency) dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
2. Pendukung (Supporting agency) baik yang terwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (ekskutif) dan dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Sementara itu, komite sekolah juga berfungsi sebagai berikut:
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan upaya kerjasama dengan masyarakat (perseorangan/oraganisasi/dunia kerja/dunia usaha) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: a) kebijakan dan program pendidikan. b) rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS). c). Kreteria kinerjasatuan pendidikan. d) kreteria tenaga pendidikan; e). kreteria fasilitas pendidikan; f) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Struktur Organisasi Komite Sekolah
Pembentukan komite sekolah dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dikatakan transparan, karena komite sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai tahap pembetukan panitia persiapan, hingga penyampaian hasil pemilihan. Dikatakan akuntabel, karena panitia persiapan mempertanggungjawabkan kinerja dan penggunaan dana kepanitiaan. Sedang dikatakan demokratis, karena proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat/atau dengan pemungutan suara.
Keanggotaan komite sekolah meliputi: Orang tua/wali murid berdasar jengajang kelas; para tokoh masyarakat (ketua RT/RW, kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat dsb); anggota masyarakat; pakar pendidikan; organisasi profesi tenaga pendidikan; perwakilan siswa bagi tingkat SMP/ MTs, SMA/SMK/MA berdasarkan jenjang; perwakilan forum alumni yang telah dewasa.
Implementasi Komite Sekolah
Komite sekolah diharapkan menjadi wadah pemecahan masalah bersama yang dihadapi penyelenggara pendidikan. Penyelenggara pendidikan dan komite sekolah saling bekerjasama secara sinergis untuk membangun kualitas layanan pendidikan. Peran dan dukungan masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam menentukan kebijakan dan program sekolah.
Dengan diberlakukannya otonomi pendidikan seperti sekarang ini, penyelenggaraan pendidikan di sekolah memerlukan prinsip keterbukaan, demokratis, tercapainya hasil guna daya guna, cepat tanggap, partisipasi, berwawasan ke depan, penegakan hukum, akuntabilitas, keadilan, dan profesionalisme.
Komite sekolah berperan menjembatani kepentingan di antara masyarakat dan penyelenggara pendidikan. Komite sekolah diharapkan mampu membantu kinerja kepala sekolah guna meningkatkan kualitas/mutu pendidikan.
Daftar Pustaka
Hasbullah, 2006. Otonomi Pendidikan; Kebijakan otonomi Daerah dan implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Pantjastuti, Sri Renani, dkk. 2008. Komite Sekolah, Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Tilaar, HAR. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Reneka Cipta.
Armida S. Alisjahbana, 1999, “Manajemen Otonomi Daerah: Implementasi Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Solusi dan Evaluasi Kritis Masa Depan Ekonomi Indonesia” diselenggarakan Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung 20 Juli 1999.
----------, 1999, “Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Platform untuk Masa Depan Ekonomi Indonesia” diselenggarakan oleh ISEI Cabang Bandung dan LPEM FE-UI, Bandung 25 Maret.
----------, 1998, “Desentralisasi Kebijakan Fiskal dan Tuntutan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah”. Orasi Ilmiah pada Dies ke 41 Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung 24 Oktober.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/ U/2002 Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Sabtu, 15 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Assalamu 'Alaikum Wr.Wb.
BalasHapusMaaf Pak, mohon penjelasannya, adakah batasan waktu masa bakti pengurus komite sekolah?