Mujtahid*
OTAK atau rasio memiliki fungsi yang sangat vital bagi diri manusia. Melalui kecerdasan otak, manusia mampu menciptakan pesawat hingga bisa terbang tinggi laksana burung elang yang gagah. Dengan otak pula, manusia mahir menyelam ke dasar laut bagaikan ikan hiu yang gesit. Bahkan, lewat kecerdasan rasionya, ia bisa menyusupi kebenaran metafisik sekali pun.
Melalui kecerdasan otak, manusia dapat menangkap fenomena alam (ciptaan) secara mendetail. Berbagai temuan sains dan teknologi mutakhir, merupakan buah dari kecerdasan otak manusia. Namun, apakah semua manusia bisa mendayagunakan otaknya secara maksimal? Tentu saja, Anda bisa menjawabnya dengan mudah.
Manusia, yang diberkahi Tuhan sebuah kecerdasan otak, bukanlah sekali jadi. Artinya kecerdasan hanya sebuah bahan dasar yang masih membutuhkan latihan, yang perlu diasah dan dikembangkan hingga menjadi lebih sempurna. Bagaikan pisau, otak pun harus di asah, bahkan bila perlu bahan pisau itu harus di “bakar” terlebih dahulu agar daya tajamnya semakin kuat dan tahan lama.
Otak merupakan anugerah tertinggi yang dimiliki manusia. Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia dibekali kekuatan rasio yang barang tentu menjadi puncak kesempurnaannya. Maka sudah sepantasnya, bila manusia mensyukuri anugerah Tuhan itu dengan cara mempergunakannya secara benar dan seoptimal mungkin.
Sebagai rasa wujud syukur kepada Tuhan, otak harus di daya gunakan serta di diasah dengan benar. Karena, kapasitas otak itu dalam bentuk yang masih statis dan pasif. Potensi otak akan tajam dan aktif, bila diasah dan difungsikan sebaik mungkin. Begitu pula sebaliknya, bila dibiarkan terlantar tanpa latihan yang memadai, ia pun akan beku bagaikan salju.
Karena itu, menurut David Gamon dan Allen Bragdon (2004) perlu sebuah swabantu agar otak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Kedua penulis seperti yang terpaparkan dalam buku ini, menjelaskan secara gamblang bagaimana melakukan latihan secara simultan agar tumbuh kecerdasan otak yang maksimal.
Secara naluriah, vitalitas otak dapat mengalami stagnan apabila terpengaruh tiga hal, yaitu terkontaminasi sifat malas, sikap tak mau tahu (apatis), serta faktor usia. Substansi buku ini ingin menggugah kita agar bersemangat dan sadar diri untuk memerangi sifat-sifat yang cenderung membuat manusia tak berdaya itu.
Menurut hasil temuan Gamon dan Bragdon, terdapat enam zona kecerdasan otak manusia. Keenam zona tersebut selanjutnya dipakai acuan praktis dalam bahasan buku ini dengan berbagai ilustrasi, permainan, serta uraian yang sangat menakjubkan.
Zona pertama yaitu eksekutif-sosial. Zona ini memperkenalkan pada kita tentang cara mudah mengenali ekpresi diri, serta diperkaya dengan contoh dan penjelasan yang mengasyikkan. Penulis membeberkan tentang hubungan antara DHEA, sebuah hormon yang dihasilkan oleh adrenalin dan primata, mampu membikin manusia dapat merasa muda kembali.
Zona kedua, yaitu ingatan. Pada zona ini penulis mengajarkan pada kita bagaimana cara melatih ingatan agar tetap tajam, kokoh atau kuat, mengenai dampak dan risiko menopause, faktor pengaruh usia, hingga kiat-kiat menghadapi alzheimer (penyakit kepikunan). Banyak panduan yang disuguhkan penulis untuk melatih ingatan agar efektif.
Zona ketiga, yaitu emosi. Pada ranah ini, penulis menyebut bahwa emosi memiliki relasi terhadap fungsi-fungsi intelektual pikiran. Emosi terkait erat dengan pemahaman, dan dengan pemiliharaan kesehatan sel-sel otak serta sistem imun tubuh kita. Cara mengatur agar emosi tetap stabil, kata penulis, sering-seringlah nonton film yang mengundang lucu dan tawa, semisal Mr. Bean, karena dengan tertawa urat saraf dan emosi akan tetap stabil. Pendek kata, mengurangi ketegangan emosi dan menjernihkan kembali rasio.
Zona keempat, yaitu bahasa. Pada zona ini, penulis beranggapan bahwa bahasa menjadi bagian penting dari fungsi otak manusia. Bahkan, ukuran kecerdasan manusia dapat diukur dari seberapa besar penguasaan bahasa dan kata-kata. Tak salah jika bahasa dijadikan sebagai sebuah paradigma. Penulis menyajikan tutunan tentang cara mendayagunakan otak kiri dan kanan kita, yang masing-masing punya kekuatan.
Zona kelima, yaitu matematika. Secara naluri atau kodrati, manusia sesungguhnya suka berhitung. Dari usia anak-anak hingga usia lanjut, menghitung adalah aktivitas hampir tidak bisa ditinggalkan. Ternyata, setelah diteliti bahwa kemampuan matematis, memiliki keterkaitan dengan tingkat kecerdasan. Logika berpikir memang berangkat dari teori matematis.
Dan zona terakhir, yaitu spasial. Ranah ini membuktikan bahwa kinerja otak memiliki relasi dengan gen dan kemampuan visual seseorang. Buta warna adalah salah satu contohnya. Ternyata, temuan penulis dalam buku ini menunjukkan bahwa spasial-visual punya hubungan dengan tingkat kecerdasan otak.
Dari keenam zona tersebut, kita dapat mengasah otak melalui proses latihan dan pembiasaan yang sustainable. Dengan mengetahui zona-zona tersebut kita akan mudah mengetahu kelemahan dan kemampunan bagaimana cara membangun kecerdasan otak dengan baik.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar