Sabtu, 29 Mei 2010

Membaca Spiritual Rumi Melalui Karyanya

Mujtahid

MESKI telah meninggal tujuh abad yang silam, namun penyair ulung Jalaluddin Rumi masih terasa hangat di peredaraan zaman. Hal ini terbukti dengan sejumlah karya-karya Masterpiece Rumi yang masih diminati banyak kalangan, baik kaum Muslim maupun non Muslim. Daya magnit yang ia tinggalkan, seolah sekeping emas yang dicari-cari banyak orang. Selain itu, reputasi Rumi agaknya sulit ditandingkan dengan penyair-penyair lain.
Sosok Rumi yang begitu populer mampu menyedot perhatian semua klas masyarakat dunia, mulai dari rakyat jelata hingga kalangan istana atau raja. Bahkan, tak sedikit karya-karya Rumi menjadi koleksi perpustakaan kerajaan pada era keemasan Islam (Golden Age of Islam) abad 13 hingga abad pertengahan.
Lebih dari itu, peminat karya sastra Rumi semakin terus meningkat dari waktu ke waktu, kini karya sastra Rumi justru menggemparkan di dunia Barat. Di mana saat-saat orang Barat banyak mengalami “kekeringan” spiritual, warisan karya Rumi bagaikan “hujan” di musim kemarau yang mampu membasahi dan menghidupkan kembali spiritual mereka.
Menurut catatan tabloid Christian Science Monitor tahun 1970 di Amerika, karya ‘penyair sufi’ tersebut menjadi “idola” yang membanjiri dan memenangi pasar karya sastra. Banyak orang terheran-heran mengapa bahasa intuitifnya, humanitas, dan ramalan kosmosnya masih terus berpengaruh secara mendalam dan ditafsirkan tiada henti secara beragam. Tak hanya itu, kini ada kecenderungan para pengagum Barat cenderung mencabut Rumi dari konteks sejarahnya dan merangkulnya sebagai miliknya sendiri.
Sosok Rumi merupakan salah seorang penyair langka. Ia dipuja karena punya bakat dan kemampuan beda. Artinya, kemampuannya yang langka itu sekaligus membedakan dirinya dengan penyair lazimnya. Letak beda dan kekhasannya yaitu ia memiliki empati yang sangat tinggi terhadap manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan. Kemurnian pribadinya mengantarkan sampai menuju puncak ajaran wahdah al wujud (peleburan/manunggaling) dengan Allah swt. Suatu maqam ajaran tasawuf tertinggi.
Karya Rumi itu, kini terus dibaca dan diteliti sejumlah sastrawan dan siapa pun yang meminatinya. Sebuah buku yang ditulis Leslie Wines (2004) berjudul “Menari Menghampiri Tuhan; Biografi Spiritual Rumi”, termasuk bagian dari penelitian terhadap sejumlah karya Rumi yang berserakan di mana-mana. Tak kurang dari sepuluh tema, Wines menyuguhkan tentang sejarah biografi almarhum Rumi secara komprehensif.
Masa hidup Rumi, kata Wines, lebih banyak di perantauan ketimbang di kampungnya sendiri. Dari kecil hingga dewasa, Rumi biasa keluar masuk kota. Dalam benak Rumi, tak ada kehidupan tanpa perubahan. Perubahan adalah tanda kehidupan, begitulah keyakinan Rumi. Karena dengan mau berubah, seseorang akan berpikir dan bertindak maju dan kreatif. Tak hanya masalah duniawi yang maju, tetapi spiritual juga harus semakin kokoh.
Jadi, Rumi terbiasa hidup malang-melintang ditengah sengatan Gurun Sahara. Dengan semangat yang tinggi, Rumi menelusuri perjalanan spiritualnya tanpa menyerah, berkeluh kesah dan tanpa batas. Penjelajahan inilah yang mempertemukan Rumi dengan para tokoh ternama. Ia berusaha banyak belajar dari pengalaman orang lain. Karena belajar adalah wajib dilakukan setiap Muslim, mulai dari lahir sampai akhir hayat. Begitulah doktrin yang dipengangi Rumi.
Kondisi yang nomadis akhirnya mempengaruhi sikap spiritual Rumi. Kehidupan spiritual, kata Rumi, merupakan perjalanan tanpa akhir, suatu pencarian akan kebenaran Ilahi, yang terus menerus disadarinya. Keharusan untuk berpindah-pindah, dan bukannya menancapkan akar yang dalam disuatu tempat, pasti sekali waktu terasa menyakitkan. Bahkan, ia rela berpisah dari istri dan anak-anaknya dalam waktu yang relatif lama demi mencapai kesempurnaan spiritualnya
Hampir semua karya Rumi mengusung dimensi spiritual yang amat tinggi. Pikiran-pikiran Rumi ibarat“ice breaking” (pemecah kebekuan) spiritual yang banyak dialami manusia dewasa ini.

*) Mujtahid, Dosen UIN Maliki Malang.

1 komentar: