Oleh: Mujtahid
KETIKA kota Malang telah dijuluki sebagai kota pendidikan, maka paling tidak harus ada keseriusan dari seluruh elemen masyarakat kota Malang pada umumnya dan pemerintah kota Malang pada khususnya. Sebagai konsekuensi logis atas julukan yang telah disepakati itu, sehingga julukan kota Malang sebagai kota pendidikan, tidak hanya sebatas slogan atau pernyataan, akan tetapi harus benar-benar dibuktikan dengan kenyataan, tidak sekedar cita-cita tetapi realita.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah sampai mana keseriusan yang dilakukan pemerintah kota untuk membawa warga kota Malang ini menjadi kota pendidikan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka pada tulisan ini, saya ingin mencoba menawarkan sebuah konsep “Learning Environment”, yaitu menciptakan lingkungan belajar.
Mungkin, konsep ini sangat relevan untuk dikembangkan di kota Malang sebagai kota pendidikan. Karena jika sebuah kota dikategorikan sebagai kota pendidikan, maka harus mencerminkan lingkungan belajar yang kondusif yang menumbuhkan budaya membaca yang tinggi.
Menciptakan lingkungan belajar atau menumbuhkan budaya membaca di lingkungan kota Malang, harus dukungan dan partisipasi dari seluruh komponen masyarakat kota Malang. Karena menciptakan lingkungan belajar/membaca berarti menciptakan kecerdasan masyarakat untuk membangun kota Malang. Hal ini sangat dimungkinkan karena dengan kecerdasan masyarakat, proses alih pengetahuan dan alih teknologi dari bangsa-bangsa maju yang ada dibelahan dunia lain sampai ke negara ini akan lebih cepat dan selektif. Dengan budaya tersebut, pada gilirannya nanti akan memotivasi rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kota Malang pada khususnya, untuk lebih aktif menguasai pengetahuan dan teknologi, sehingga negera ini bisa setara dengan bangsa-bangsa yang sudah maju dan modern.
Menurut A. Alatas Fahmi, mantan Direktur Operasi Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), menyatakan bahwa budaya membaca mendorong seseorang untuk mengamalkan dan mengejawantahkan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan status sosial ekonomi masyarakatnya di tengah persaingan global. Kecerdasan masyarakat atau suatu bangsa berkaitan erat dengan kondisi ekonominya. Sampai saat ini, antara kebodohan dan kemiskinan merupakan tali-temali yang sulit dipecahkan. Karenanya, learning sosiety menjadi solusi untuk memberantas kebodohan dan kemiskinan itu.
Apa yang dideskripsikan Fahmi Alatas tersebut sepertinya cukup logis, karena jika kita mencoba melirik kondisi riil dalam kehidupan ini, baik antar-kelompok masyarakat atau antar-bangsa sekalipun memang demikian adanya. Hal ini dapat dilihat salah satu negara yang sudah maju sebagai contoh seperti Jepang misalnya, keadaan sumberdaya alam yang relatif gersang, namun kehidupan masyarakatnya cukup makmur. Kesejahteraan dan kemakmuran itu mudah diraih, karena proses alih pengetahuan dan alih teknologi yang begitu cepat sehingga dapat memberikan suatu perubahan yang signifikan bagi negara tersebut. Perubahan dan alih teknologi itu bisa terjadi, lantaran telah memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Adapun kualitas sumber daya manusianya itu bisa terbentuk, karena masyarakatnya telah membudayakan membaca (learning Cultur) di negara tersebut.
Dengan demikian, hasil deskripsi di atas senada dengan ungkapan Bukhari (1993), bahwa pendidikan sangat berkaitan erat dengan produktivitas sumberdaya manusia. Bahkan pada tahun 1960-1970 an, di seluruh dunia telah meyakini bahwa dengan membaca lebih banyak meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Menurutnya, perkembangan ekonomi Jerman dan Jepang begitu cepat setelah perang dunia kedua, dimungkinkan adanya infrastruktur pendidikan yang sangat baik dan rapi. Lebih lanjut dikatakan, bahwa dengan infrastruktur pendidikan yang baik dan handal itu, tidak terlepas dari hasil reformasi pendidikan secara kolektif. Berorientasi kepada reformasi pendidikan itulah menyebabkan Jepang menjadi the number one, meskipun Jepang telah luluh-lantak akibat Perang Dunia Kedua.
Berpijak pada wacana tersebut, membaca merupakan sumber pengetahuan dan sumber kecerdasan. Kecerdasan merupakan gerbang menuju kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, Malang sebagai kota pendidikan sudah saatnya masyarakatnya membudayakan membaca dari sekarang. “Never put off till tomorrow what we can do today” (jangan menunda- sampai hari esok kalau apa yang dapat kita kerjakan saat ini). Jika konsep tersebut segera terealisasi, maka kota Malang akan menjadi lokomotif kota pendidikan di Jawa Timur bahkan di Indonesia. Pada gilirannya nanti, kota Malang akan lebih maju satu langka. Karena sumber daya alam yang tersedia cukup memadahi dan diimbangi sumberdaya manusia yang berkualitas. Dari sinilah harapan masyarakat kota Malang menjadi masyarakat yang makmur dan sejahtera akan menjadi realita.
*) Dosen Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang
Sabtu, 17 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar