Jumat, 23 April 2010

Mencintai Laut

Mujtahid

LAUTAN membungkus 71 persen dari permukaan yang ada, hingga menjadi planet air biru. Lautan merupakan sebuah dunia lain yang menyimpan jutaan misteri bagi umat manusia. Namun sayang, bahari (laut) seringkali dipersepsi negatif masyarakat, misalnya, laut identik sebagai tempat pembuangan limbah, sampah dan tak jarang ditahayulkan masyarakat.
Menurut Agus S. Djamil dalam “Al-Qur’an dan Lautan” (2004) mengakatan bahwa sumber kelautan merupakan aset langka yang belum banyak digali manusia. Justru oleh sebagian orang, laut ditahayulkan dengan aneka ragam dongeng mistik. Kesadaran akan potensi laut seharusnya sejak dini ditanamkan untuk pada generasi penerus, pewaris alam semesta ini kelak.
Dalam al-qur’an, setidaknya terdapat 40 ayat yang secara khusus membicarakan laut, lautan, atau kelautan. Secara garis besarnya, ayat-ayat tersebut menginformasikan bahwa laut adalah sumber daya potensial. Air (laut) dan tanah merupakan dua sumber senyawa makhluk hidup. Komponen biologis manusia misalnya, tak luput dari kedua sumber tersebut.
Jika dilihat sepintas, laut adalah hamparan kosong yang tak berarti. Namun, setelah dikaji dengan pelbagai pendekatan, ternyata laut menyimpan sesuatu yang sangat berharga. Dalam laut terdapat aneka ragam potensi, seperti ikan yang tak pernah habis, bahan tambang dan mineral, minyak dan gas, energi yang ditimbulkan dari air pasang surut, tenaga ombak, tenaga angin laut, serta tenaga panas air laut (OTEC). Semua ini adalah kekayaan yang belum teroptimalkan bagi manusia.
Djamil berhasil mengungkap secara lugas dalam penelitiannya, tentang kolaborasi konsept mengenai laut, lautan atau kelautan dengan dimensi sains dan al-qur’an. Bahkan peneliti berusaha mencari kesejajaran atau paralelitas antara fakta-fakta empiris sains dan ayat-ayat qur’an. Bentuk pengkajian ini adalah untuk memahami dan menyikapi misteri alam, terutama laut dari sisi pandang sains dan qur’an.
Sebagai sumber air di planet bumi ini, laut sangatlah penting peranannya dalam menjaga kelangsungan hidup manusia, binatang, dan tumbuhan. Tanpa air laut, tidak ada siklus hujan yang sangat vital bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Pendek kata, tanpa air di lautan dan langit yang berkapasitas mengembalikan, bumi akan mirip dengan bulan, atau pun planet Mars yang kering kerontang tanpa air.
Penciptaan laut seharusnya disyukuri dengan cara menjaga dan menjadikan sebagai sumber daya yang berguna. Mensyukuri butuh pengetahuan yang memadahi. Tanpa pengetahuan yang memadahi sumber potensi kelautan tidak akan bisa tergali maksimal.
Ayat yang terkandung dalam al-qur’an memang membutuhkan tafsir bi al-ilmi (penjelasan dengan sains). Teks-teks wahyu yang terutama berbicara masalah alam (laut) tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan batiniah, akan tetapi perlu eksperimental yang ditopang dengan sains dan teknologi yang canggih.
Dengan cara demikian, beberapa fenomena lautan yang masih dianggap sebagai suatu misteri dan rahasia oleh orang awam, akan tampak nyata sebagai sumber esensial. Kemajuan sains dan teknologi telah menjelaskan ayat-ayat di atas hingga untuk menemukan jawabannya.
Kombinasi yang integratif antara wahyu dan sains semakin memberi penguatan sebuah kebenaran yang hakiki. Integralisasi sains dan wahyu bagaikan sumbu vertikal-horizontal yang sangat erat. Meski terlihat beda, tetap pada hakikatnya sama, yaitu menyibak rahasia kebenaran Tuhan melalui penciptaan laut.
Menyadari esensi laut yang begitu besar manfaatnya, maka kemaritiman adalah masalah yang paling sensitif. Baru-baru ini Indonesia sengketa dengan negeri tetangga Malaysia soal batas wilayah teritorial pulau Ambalat. Sebelumnya, Indonesia telah kehilangan pulau Ligitan dan Sipadan pada 12 Desember 2002 lalu atas keputusan Mahkamah Internasional yang di menangkan Malaysia.
Dengan jumlah pulau sebanyak 18.108 pula dan panjang pantai 81.000 km, potensi laut dan perikanan Indonesia selama ini memang sangat menggiurkan. Laut Indonesia begitu luas yang terdiri dari Laut Teritorial seluas 0,8 juta km2, Laut Nusantara di antara kepulauan Indonesia seluas 3,2 juta km2, apalagi ditambah dengan Zona Ekonomi eksklusif Inodonesia yang mengacu pada UNCLOS 1982 seluas 2,7 juta km persegi untuk eksplorasi, eksploitasi, dan pengolahan sumber daya hayati dan non hayati.
Sebagai negeri yang besar, terutama lautnya yang terhampar, Indonesia perlu secara serius menguatkan keamanan di bidang maritim. Sering kita temui bahwa pembajak Asing dengan seenaknya mengeruk kekayaan laut kita. Ketegasan dan keberanian terhadap mereka harus ditampakkan agar kewilayahan kita tidak semena-mena diserobot warga asing.

Mujtahid, Dosen UIN Maliki Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar