Mujtahid*
KOMITMEN pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan agaknya dapat dibilang serius. Di saat kondisi bangsa yang masih menghadapi krisis multidimensional seperti sekarang ini, konsistensi pemerintah tetap berupaya untuk melakukan pembenahan (improvisasi) terhadap sistem pendidikan nasional. Salah satu upaya itu adalah pemerintah memberikan peluang selebar-lebarnya bagi institusi sekolah untuk mengembangkan sikap otonomnya dan memperkokoh basis manajemennya.
Sampai saat ini, permasalahan umum yang menjadi kendala utama bagi penyelenggaraan sekolah adalah persoalan manajemen. Sehingga persoalan ini termasuk bagian dari masalah yang peka dan rawan. Karena itu, muncullah sebuah pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberikan keluasan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Gagasan tersebut pada akhirnya disebut manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school based management (SBM), yang telah berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan berbagai masalah pendidikan di beberapa negara maju, seperti Australia dan Amerika.
Menurut E. Mulyasa (2003), bahwa MBS adalah paradigma baru pengembangan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat sekitarnya dengan tekanan pada peningkatan mutu terpadu atau total quality management (TQM). Untuk kepentingan tersebut, MBS merupakan kebijakan strategis dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai oleh setiap sekolah dan daerah, serta ditindaklanjuti oleh setiap tingkatan manajemen diatasnya sampai tingkat pusat.
Dalam manajemen pendidikan modern, disadari ataupun tidak, hakikat segala sesuatu yang tergelar di dunia ini perlu diatur. Pengaturan dimaksud mengarah kepada usaha kelancaran, keteraturan, kedinamisan dan ketertiban suatu usaha sehingga berjalan secara efektif dan efesien. Charles A. Beard, pernah berkata (seperti yang dikutip oleh Albert Lepawzley dalam bukunya “Administration”-dikutip kembali Siagian) bahwa “tidak ada satu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi atau manajemen.”
Dengan demikian, mendalami tentang manajemen sekolah secara luas diharapkan terdapat keluasan horizon pemahaman terhadap aktivitas di dalamnya. Sebagaimana diketahui bahwa manajemen pendidikan modern mendudukkan faktor manusia dalam puncak hierarkhi, sehingga menjadi faktor yang menentukan. Sejarah manusia dalam berorganisasi menunjukkan bahwa tiadanya peran manusia akan menghancurkan sistem manajemen atau administrasi. Manusialah yang membuat policy, melaksanakan, menata, mengkoordinasikan dan mengevaluasi segala aktivitas pendidikan.
Dalam manajemen pendidikan modern, terutama yang dikembangkan di negara-negara modern (Barat), sejak lama telah menerapkan sistem pendidikan berbasis sekolah (school-based management). Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali dan mengalokasikan, menentukan perioritas, mengendalikan serta mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat (publik) maupun pemerintah.
Kewenangan yang tertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan, di antaranya; kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, guru, dan orangtua, bertujuan memanfaatkan sumber daya lokal, efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.
Tujuan berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
Dalam manajemen berbasis sekolah, pemerintah menjamin bahwa semua unsur-unsur pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Mereka (sekolah) tidak perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi, tentang pengembangan mutu berbasis sekolah dan berinisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan tentang aspek-aspek yang terkait.
Dengan demikian, uraian uraian di atas dapat menjadi bahan renungan bagi praktisi pendidikan dalam rangka mengembangkan manajemen sekolah yang inovatif, dinamis, dan kreatif. Sekali lagi, kemajuan dan keunggulan sekolah setidak-tidaknya dapat dipandang dari sudut manajemennya.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Minggu, 28 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar