Mujtahid*
MENCERMATI realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan.
Perjalanan sejarah, tidak terasa bergulir begitu cepat, yang ditandai dengan berlangsungnya industrialisasi dan tata nilai modern, maka pendidikan yang semula lebih ditujukan untuk mempersiakan peserta didik agar siap bersosialisasi di tengah masyarakat pertanian cenderung berubah arah mempersiapkan peserta didik siap terjun ke tengah masyarakat industri yang semakin diwarnai dengan hadirnya pabrik-pabrik perusahaan. Adanya fenomena ini, kata Bambang Pranowo, (model sekolah yang tumbuh juga cenderung menjadikan pabrik dan perusahaan sebagai modelnya, factory model. Anak-anak didik dalam satu pola yang serupa dengan pola bagaimana tekstil atau model diproduksi dan dipasarkan, pola ini membuka implikasi terjadinya proses birokratisasi dan spesialisasi dalam dunia pendidikan.
Lebih lanjut, Pranowo dalam tulisannya merekomendasikan bahwa dalam agenda reformasi pendidikan Islam, orientasi ke depan yang harus dilakukan adalah; 1). Proses penyajian pendidikan agama lebih ditekankan pada “kesalehan Sosial”, di samping kesalehan ritual. Sebab di era millenium sekarang ini akan diwarnai persaingan yang kompetitif dan tak jarang juga mengakibatkan “trust”. 2). Pendidikan Islam diharapkan mampu menyiapkan sebuah generasi terdidik yang “pluralis” serta siap menghadapi dan mengatasi kemajemukan, baik internal maupun eksternal. 3). Pengembangan sifat pluralis tersebut harus merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya besar mewujudkan masyarakat madani yang demokratis, terbuka dan beradab yang menghargai perbedaan pendapat. 4). Pendidikan Islam yang mampu mempersiapkan generasi yang siap berpartisipasi aktif dalam persaingan global dan kaitannya dengan merespons tantangan masyarakat madani.
Dengan demikian, proses pendidikan Islam harus selalu bersentuhan dengan berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu sosial, humaniora maupun eksak. Terlebih lagi, perkembangan ilmu komunikasi dan informatika telah mendorong perubahan terhadap percepatan ilmu pengetahuan dan sekaligus pola hidup masyarakat menjadi tidak terbatas.
Secara terpisah, Sanapiah Faisal dalam tulisannya “Rekonstruksi Pendidikan Agama Sesuai Tuntutan Era Reformasi” menjelaskan bahwa tantangan pendidikan agama dalam konteks keindonesiaan terakhir ini adalah proses pencarian sandaran moral sebagai basis kompetensi dalam menyelesaikan krisis-multidimensional yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Karena itu, tuntutan “reformasi” dalam pendidikan agama pada hakikatnya penciptaan masyarakat utama (khair al-ummah) yang bebas dari kezhaliman, kebodohan dan kemungkaran. Dengan begitu, pendidikan agama akan menjadi kekuatan moral yang mampu menjunjung tinggi nilai kebenaran, keadilan dan kemanusiaan yang universal.
Masih menurut Sanapiah, keberadaan pendidikan agama di suatu lembaga persekolahan rasanya perlu diposisikan sebagai program andalan dan ruh bagi pembentukan moralitas warga negara yang berbasiskan pemahaman nilai-nilai dasar keagamaan. …..Pendidikan agama perlu diposisikan sebagai “Rasul Pembangunan Bangsa” yang misi utamanya adalah pembangunan watak, pembinaan akhlak, pendidikan moral atau pendidikan nilai. Jadi pendidikan agama adalah lebih merupakan suatu proses alih nilai (transfer of value) yang dikembangkan dalam rangka perubahan prilaku.
Melalui pembacaan realitas sosial yang di hadapi bangsa Indonesia saat ini, Sanapiah Faisal berpandangan bahwa tuntutan reformasi lebih ditujukan kepada upaya mengubah prilaku yang cenderung menyimpang dari prinsip-prinsip moral, keadilan dan kemanusiaan. Karena itu, peran pendidikan Islam dalam tuntutan reformasi ini harus bisa memanifestasikan sebuah nilai akhlaq al-karimah secara empirik dilapangan kehidupan.
Sementara Kasiram dalam tulisannya tentang Penelitian Pendidikan Dalam Perspektif Pemberdayaan Sumber Daya Manusia memaparkan bahwa di kalangan guru/dosen kurang adanya kesadaran untuk melakukan penelitian pendidikan secara luas, integral dalam proses pembelajaran dan tindak kelas (class room). Padahal, salah satu ciri dari SDM yang dibutuhkan di era globalisasi saat ini adalah memiliki kompetensi akademik yakni penguasaan dan kemampuan metodologis keilmuan dalam rangka penguasaan dan pengembangan ilmu dan teknologi.
Sebagai pengelola akademik, kemampuan penelitian merupakan bagian yang integral yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Dengan melakukan penelitian, diharapkan ada pembenahan dan perbaikan mutu pengelolaan pengajarannya. Jika hal ini dikembangkan, maka hasilnya akan menjadi motor perkembagangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai proses berpikir ilmiah, dan para pendidik telah mampu mengintegrasikan penelitian dalam proses pembelajaran serta relah mampu melaksanakan penelitian kasus untuk memperbaiki strategi belajar mengajarnya. Fokus kajian ini memang sangat penting bagi dunia akademis, sebab hampir sebagian besar dunia pendidikan, masalah SDM adalah perangkat lunak (soft ware) yang cukup langka. “pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau tenaga pengajar banyak, tetapi tenaga guru masih langka…” statemen ini menyiratkan arti yang sangat dalam, apalagi jika dihadapkan pada bangsa kita saat ini yang masih belum pulih dari krisis multidimensional.
Menyadari akan pentingnya penelitian, maka persoalan yang mengganjal dalam dunia pendidikan akan semakin cepat teratasi. Karena penelitian berguna untuk menemukan letak kesalahan dan daya kekuatannya supaya dapat dimengerti oleh semua pihak. Bahkan, kalau dilakukan secara serius akan memunculkan teori-teori baru yang berguna bagi pengembangan sumber daya manusia dan lembaga pendidikan.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
info yg cukup mencerahkan dan lebih memotivasi untuk melakukan penelitian.
BalasHapus