Mujtahid*
PARADIGMA baru manajemen pendidikan di negeri ini, telah membuka peluang bagi kepala sekolah untuk melakukan perombakan dan pengembangan sekolahnya lebih kreatif dan progresif. Sebab, kini kepala sekolah memiliki kewenangan yang terbuka untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, serta mengendalikan kemajuan sekolah.
Kunci agar kepala sekolah tetap eksis di tengah-tengah perubahan itu adalah ia harus memahami posisi dan kesiapan untuk menjadi bagian dari dunia baru yang berbeda dari pola dan paradigma selama ini. Perubahan yang demikian kompleks, terutama agenda penerapan model manajemen berbasis sekolah (MBS) dan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan tugas yang perlu dikerjakan kepala sekolah, selain agenda dan program lain yang harus mendapat perhatian lebih fokus lagi.
E. Mulyasa, dalam buku “Menjadi Kepala Sekolah Profesional” (2005) telah menyuguhkan pendekatan, strategi dan manajemen menangani sekolah secara modern. Selain itu, dia juga mengemukakan beberapa resep atau kiat menangani tugas-tugas sebagai pemimpin (kepala sekolah), seperti mengambil keputusan, memimpin rapat, memainkan manajemen konflik, mengatasi keuangan sekolah, menjalin hubungan masyarakat, dan lain sebagainya.
Dari salah satu hasil penelitian (2004), disebutkan bahwa ada indikasi pengaruh antara kepimimpinan (kepala) sekolah dengan produktivitas kerja. Antara prestasi sekolah (performent, lulusan) dengan profil kepemimpinan memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan sebagai salah satu indikator justifikasi (pembenaran). Meski juga banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi produktivitas itu. Pola kepemimpinan yang rendah/tinggi berimplikasi terhadap kualitas sekolah.
Peralihan paradigma desentraliasasi pendidikan memberi keluasan bagi kepala sekolah berkreasi dalam meningkatkan mutu lembaganya sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat global. Dipundak kepala sekolah terdapat sejumlah harapan wali siswa, masyarakat, stakeholder, serta bangsa dan negara. Atas dasar itulah, Mulyasa menyarankan agar momentum perubahan tersebut disadari sebagai angin keberuntungan untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan berbagai jalan yang efektif dan efesien.
Untuk melewati babakan tersebut di atas, kata Mulyasa, perlu digunakan jurus analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), sebagai langkah awal pemetaan agar mudah mengenali sumber/potensi (kekuatan dan peluang), sekaligus memecahkan/mengantisipasi (kelemahan dan tantangan) yang seringkali terlupakan dari aktivitas kepala sekolah.
Setelah memahami analisis SWOT, jurus selanjutnya adalah membenahi sumber daya manusia (SDM) ke arah yang lebih baik. Di samping juga harus meningkatkan kualitas pelayanan (service), dan manajemen kontrol sekolah. Sedikitnya, ada lima sifat pelayanan yang harus diwujudkan agar “pelanggan” puas yaitu meliputi (1) kepercayaan (reliability); layanan sesuai dengan yang dijanjikan, (2) keterjaminan (assurance); mampu menjamin kualitas yang diberikan, (3) penampilan (tangible); iklim sekolah yang kondusif, (4) perhatian (emphaty); memberikan penuh kepada peserta didik, (5) ketanggapan (responsiveness); cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik.
Tugas lain kepala sekolah yaitu menciptakan budaya mutu, teamwork yang kompak, cerdas, dinamis, kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipasif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas.
Sesuai dengan perkembangan masyarakat modern, setidak-tidaknya ada tujuh prasyarat bagi kepala sekolah, yaitu berperan sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator di sekolahnya. Ketujuh kreteria tersebut, ia wajib mendorong visi menjadi aksi, cita-cita menjadi realita, dan seterusnya.
Dari sinilah dapat terlihat bahwa untuk memenuhi standar mutu di atas memang membutuhkan kemampuan dan kerja keras. Kepala sekolah harus menjalankan visi dan misi sekolah serta menjabarkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas. Karena itu, tugas tersebut merupakan amanah peradaban yang tentu saja harus pandai-pandai bergumul dengan wacana peradaban itu sendiri.
Masih banyak lagi yang bisa kita gali dari buku ini, khususnya berkenaan dengan hal-hal teknis manajemen yang harus dilakukan kepala sekolah. Sukses tidaknya sekolah sangat tergantung oleh pemimpin yang menggerakkan setiap komponen yang ada di dalamnya. Dengan demikian, tawaran kreatif yang suguhkan Mulyasa dalam karya ini merupakan secercah harapan baru yang bisa kita petik bersama untuk memperkokoh sekolah .
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah Uinversitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Senin, 20 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ass wr wb, sepertinya banyak pemimpin yang lebih getol ngurusi masalah uang atau properti pisik, dari pada ngurusi manajemen sdm yg ada, kecuali memplokoto sdm dan sda. wah...dampaknya adalah mereka kaya dan alam terperkosa. detailnya bisa kita lihat pada lingkungan sekitar. atau indonesia pada umumnya. memang tidak semua begitu, tapi karena dampak negatif telah jauh merusak lingkungan. dampak positip dari para pejuang begitu kecil terlihat. wass
BalasHapus