Senin, 10 Februari 2014

Meneladani Spirit Hidup Nabi Muhammad SAW

Mujtahid*

SUDAH menjadi tradisi turun temurun di tanah air, bahwa setiap 12 Rabiul Awwal hijriyah umat Islam memperingati kelahiran (milad) Nabi Muhammad Saw. Tradisi itu bahkan dilembagakan oleh kelompok thariqat atau majelis dzikir tertentu dengan memperingatinya berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan hingga berbulan-bulan.

Nabi Muhammad Saw lahir sebagai seorang anak yatim [QS. 93:6] di tanah Jazirah Arab 14 abad yang silam. Kelahiran tersebut telah disetting oleh Sang Khaliq sebagai aktor pencerah (tanwir) yang agung dan mengagungkan peradaban umat manusia. Jejak perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw telah mampu mengubah tatanan masyarakat jahiliyah (awwam) menjadi masyarakat yang cerdas (khawas), beradab dan berakhlak mulia dalam lintasan ruang dan waktu.

Sebagai Nabi dan Rasul, Muhammad Saw berhasil mengubah kultur dari perilaku warga yang suka perpecahan (konflik/skisme) menjadi warga yang bersaudara (ukhuwah) antar bani, suku dan ras. Misi besar kerasulan berikutnya adalah menata sistem keyakinan (keimanan) umat manusia dari yang bercorak aninisme atau dinamisme menjadi pengikut yang monotheisme (tauhid). Perjuangan dan pengorbanan Nabi Muhammad Saw hingga mencapai keberhasilan seperti itu memakan rentang waktu lebih kurang 22 tahun lamanya.
           
Teladan Umat Manusia
Nabi Muhammad Saw ditunjuk oleh Allah sebagai panutan, suri tauladan dan pemimpin umat manusia. Sungguh tidak ada manusia di muka bumi ini yang mampu menandingi budi pekerti, kepribadian dan watak perangainya itu. Dari berbagai sumber referensi shirah nabawiyyah, Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai pemimpin yang jujur (shidiq), dapat dipercaya (amanah), cerdas (fathanah) dan komunikatif (tabligh) kepada siapa saja melintas batas hereditas, primordialisme maupun sekat-sekat kesukuan, ras dan keyakinan sekalipun.

Pentingnya memperingati milad Nabi Muhammad Saw setiap tahun itu adalah agar kita dapat meneladani “nilai-nilai kepribadian agung”  tersebut menjadi sumber energi jiwa raga pemeluk umat Islam. Peringatan miladurrasul bukan berhenti sebatas seremonial belaka, melainkan kita peringati melalui aksi nyata dengan mencontoh spirit keluhuran budi pekerti dan perangai Rasulullah itu dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw (Muhammadiyah), umat Islam harus tampil sebagai pelaku atau aktor penggerak kemajuan dan keunggulan komunitas, masyarakat, dan negara (khaira ummah) [QS. 3:110]. Kunci-kunci meraih kesuksesan hidup, baik di alam dunia maupun akhirat, juga sudah banyak diperagakan oleh Nabi Muhammad Saw. Pertanyaanya, apakah kita sudah sepenuhnya “memperingati” miladurrasul secara sungguh-sungguh, masuk menjadi bagian dari kepribadian kita?

Gambaran ideal sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw adalah orang yang dapat menjalankan ritme hidupnya bermanfaat bagi orang lain, keterpaduan antara ucapan dan perbuatannya, keberadaan dirinya dirindukan oleh sesamanya, seimbang antara kesalehan ritual (ibadah) dan sosialnya, serta menjadi sosok yang mampu membaca tanda-tanda perubahan zaman.

Sebagai teladan umat manusia, kehebatan Nabi Muhammad Saw adalah mampu memadukan pandangan integralistik Islam secara komprehensif (utuh/holistik) dalam menjaga hubungan dirinya dengan Sang Khaliq (Hablum Minaallah) dan hubungan dirinya dengan sesama manusia (Hablum Minannas). Cara pandang inilah sebagai kata kunci (keyword) untuk menjadikan diri sebagai manusia pilihan, manusia mulia dan agung, yang terbalut oleh budi pekerti, akhlak mulia dan cerdik cendikia.

Menjaga hubungan dekat antara diri kita dengan Allah dan sesama manusia bukanlah hal yang ringan. Sebab godaan dan rintangan selalu menghadang di mana pun dan kapan pun. Mungkin, kita tidak terasa telah berkongsi (bersekutu) dengan syetan dan Iblis, sehingga jauh dari Allah dan manusia. Nabi Muhammad Saw sukses dan berhasil dalam mengemban misinya, karena teguh dan istiqamah dalam menjaga keseimbangan (equilibrium) hidup antara dekat dengan Tuhan dan Manusia.

Sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw, sepantasnya kita perlu merenungkan kembali seraya menata diri untuk memperbaiki kualitas hidup sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai ajaran Islam. Kalau hari ini kita belum dapat merubah diri secara menyeluruh, maka kita mulai lakukan dari hal-hal yang mudah dan sederhana terlebih dahulu.  Setelah yang mudah dan sederhana terlewati, kemudian berikutnya kita gerakkan jiwa, pikiran dan hati untuk berkarya yang lebih besar dan berbobot.

Melalui momentum miladurrasul 1435 hijriah, marilah kita sinergikan antara antara gerak pikiran, jiwa dan hati nurani untuk menebarkan kebaikan, kemanfaatan bagi sesama (rahmatan lil ’alamin) sesuai profesi (bidang pekerjaan) kita masing-masing. Tujuan besar dan misi mulia itu akan terwujud, manakala fungsi kesadaran jiwa hidup, kepekaan hati hidup, dan kecerdasan akal juga hidup seperti teladan Nabi Muhammad Saw. Tidak ada bekal yang kekal yang akan kita miliki, kecuali amal shalih dan ketaqwaan kepada Allah serta mencintai dengan cara meneladani spirit hidup Rasulullah Saw.

*) Dosen PAI FITK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang