Selasa, 06 September 2011

Mengenal Budaya dan Kemajuan Lamongan

Mujtahid

LAMONGAN adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mengalami pembangunan sangat cepat, terutama infrastruktur, industri dan wisata. Sejak satu dasawarsa terakhir, Lamongan dikenal sebagai daerah yang beberapa kali meraih penghargaan otonomi award dari propinsi Jawa Timur dan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Keberhasilan lainnya adalah merebut sebagai kabupaten yang mampu menciptakan good goverment.

Lamongan memiliki tradisi dan budaya yang beragam (multi culture). Warga lamongan sangat dikenal memiliki etos yang tinggi, pekerja keras, dan tidak mudah menyerah. Orang Lamongan sangat menghargai kesempatan dan waktu untuk digunakan hal-hal produktif. Orang Lamongan, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja di sektor apa pun. Namun yang lebih mengesankan adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara suami dan istri yang rela saling berbagi pekerjaan demi menunjang kesuksesan keluarga.

Mayoritas mata pencarian warga Lamongan adalah petani dan nelayan. Sisanya ada yang menjadi pedagang, Guru, PNS, dan TKI di negara jiran Malaysia. Budaya warga Lamongan adalah tidak selalu menggantungkan seorang suami sebagai kepala keluarga, tetapi suami-istri sama-sama mengambil peran masing-masing. Dalam soal pekerjaan untuk mendapatkan rezeki, suami-istri kerja di sawah adalah hal yang biasa. Suami pergi ke laut dan istri membetulkan jala/jaring adalah hal yang lumrah. Itulah hidup kebersamaan yang tampak sehat dan harminis. Hal lain yang dapat ditemui yaitu jarang terjadi perceraian suami-istri, sebagaimana orang yang hidup diperkotaan, apalagi perilaku seorang artis di ibu kota.

Resep hidup kebersamaan itulah menjadi modal utama bagi orang Lamongan untuk membangun sebuah keluarga sakinah mawaddah warahmah. Orang Lamongan suka hidup apa adanya, tanpa harus menunjukkan sesuatu yang bukan menjadi milik dan kepunyaannya. Kehebatan budaya Lamongan ialah semangat menghargai dan mencintai kebersamaan dalam berbagai keberbedaan yang ada. Budaya seperti itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam lingkup keluarga, dan lebih-lebih di tengah masyarakat.

Wilayah Lamongan terbagi menjadi beberapa bagian, yakni pesisir, tengah kota dan pedalaman. Ketiga wilayah itu selain memiliki kesamaan juga memiliki kharakteristik dan ciri berbeda. Biasanya, budaya pesisir dikenal sebagai budaya yang keras dan orang-orangnya bermental pantang menyerah. Warga pesisir dijuluki sebagai warga yang berperilaku religius. Paham keagamaan mereka sangat kuat dan rajin menjalankan ibadah. Shalat jama'ah lima waktu dibeberapa masjid dan mushalla tampak ramai seperti shalat jum'at. Demikian halnya dengan puasa, walau mereka bekerja sangat berat dan menantang karena sengatan matahari begitu panas, akan tetapi mereka jarang sekali meninggalkan puasanya hanya gara-gara pekerjaan dan sengatan terik matahari. Hal ini sangat berbeda sekali dengan perilaku orang kota---- yang terbiasa hidup manja dan enak---- mereka mudah menggugurkan sebuah perintah dan kewajibannya hanya sebuah halangan dan tantangan yang tidak begitu berat.

Sentuhan Pemimpin Kreatif
Sejak kepemimpinan Bupati Masfuk sepuluh tahun silam, Lamongan bagaikan disulap menjadi daerah yang maju, inovatif dan terkelola dengan baik. Potensi daerah yang selama ini masih belum tergali dan dimanfaatkannya, kini dioptimalkan dengan sangat luar biasa. Sebut saja misalnya, Masfuk membangun Wisata Bahari Lamongan (WBL), melengkapi Goa Maharani dengan binatang yang saat ini menjadi Maharani Zoo dan mendirikan hotel yang startegis di pesisir Laut Tanjung Kodok, membangun pelabuhan, pusat-pusat perbelanjaan, hingga sampai penciptaan becak bermotor, agar orang yang meraik becak tidak lagi bermodalkan "dengkul" tatapi dengan mesin.

Meski potensi itu sudah ada sejak dulu kala, bahkan takdir sunnahtullah serasa tidak seperti sekarang ini yang kita bayangkan. Tanjung Kodok sebagai kelebihan bibir pantai Lamongan sama sekali tidak pernah dipikirkan. Melalui tangan dingin Masfuk, semua potensi tersebut dimanfaatkan sebagai objek wisata dengan menggandeng investor asing untuk menginvestasikan modalnya di Lamongan. Jadilah Wisata yang menawan para pengunjung dan penziarah untuk melihat keindahan yang Allah takdirkan berjuta-juta tahun yang silam.

Saat ini ikon Lamongan terpusat pada WBL, sebagai tempat jujukan wisata para datang dari mana pun. Sekalipun lamongan memiliki wisata yang begitu eksotik, tetapi Lamongan tidak mau meninggalkan buadanya, yaitu religius. Lihat saja, di area WBL dibangun sebuah Masjid yang megah dan strategis bagi para pengunjung yang akan menunaikan shalat. Para wisatawan yang hendak shalat tidak perlu lagi menemui kesulitan mencari tempat shalat sebagaimana tempat wisata lainnya. Itulah sebuah ciri khas Lamongan yang sekalipun mengusung budaya modern, tetapi tetapi menghargai nilai-nilai yang religius yang masih kental diyakini orang.

Keberadaan WBL tidak lepas dari sebuah masyarakat pesisir Paciran-Lamongan. Masyarakat ini dikenal sangat kuat mempertahankan nilai-nilai religiusnya. Bahkan, untuk hari libur saja, orang Paciran lebih memilih hari jum'at ketimbang hari minggu. Tentu saja budaya tersebut lahir, bukan tanpa maksud. Bahwa hari jum'at adalah hari yang harus di hormati, karena seorang laki-laki wajib shalat jum'at. Sehingga sekolah/madrasah liburnya memilih hari jum'at, beberapa pekerja (nelayan dan buruh), memilih jum'at sebagai hari libur.

Keberhasilan Lamongan yang perlu diapresiasi adalah dari kabupaten yang sama sekali tidak diperhitungkan dan dikunjungi orang, kini menjadi kabupaten yang rata-rata perharinya tidak kurang dari 5000 pengunjung menengok keindahan wisata Lamongan, baik itu WBL, Maharani Zoo, maupun Makam Sunan Drajat. Bisa kita bayangkan, berapa putaran roda ekonomi yang terjadi dimasyarakat sekitarnya, yang mampu memberi penghidupan masyarakat.

Selain itu, Lamongan juga dikenal sebagai tempat makam salah satu walisongo, yaitu Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah seorang wali yang hidupnya sangat sederhana dan memiliki kekhasan dalam berdakwah. Sunan Drajat berhasil mengislamkan daerah pesisir tanpa harus konfrontasi (berkonflik) dengan adat istiadat dan budaya setempat. Islam yang diajarkan Sunan Drajat adalah Islam mengayomi dan melindungi semua warga masyakatnya.

Tidak luput perhatian dari pemimpin Lamongan, Masfuk memainkan Makam Sunan Drajat sebagai potensi religi yang sangat penting untuk dikelola sebagai tempat wisata yang menguntungkan daerah dan masyarakat sekitar. Potensi ekonomi menjadi hidup berdampingan dengan wisata budaya religi yang menyatu dengan daerah setempat. Setelah dibangun dan dilengkapi dengan berbagai pusat perbelanjaan, kini pengunjung Makam Sunan Drajat datang dari berbagai wilayah di Indonesia.

Lamongan juga membangun sebuah pelabuhan bernama PT. Lamongan Integrated Shorebase (LIS). Pelabuhan ini akan difungsikan untuk menyediakan sentra logistik terpadu bertaraf internasional. Dengan adanya pelabuhan itu, maka sentra logistik akan mampu melayani industri Migas yang beroperasi di Jawa Timur dan Indonesia Timur dengan konsep One Stop Hypermarket. Capaian ini merupakan keberhasilan Lamongan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Sumber potensi lamongan lainnya adalah padi dan ikan. Untuk Propinsi Jawa Timur, Lamongan telah surplus menyumbangkan beras untuk masyarakatnya dan kelebihannya di ekspor ke luar daerah Lamongan. Lamongan termasuk lumbungnya padi. Demikian halnya dengan ikan, Lamongan memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terbesar di Jawa Timur, yaitu pelabuhan Brondong yang dulu diresmikan oleh Presiden Soeharto Tahun 1980an. Ikan yang bongkar muat di pelabuhan Brondong mampu mesuplai semua warga Lamongan hingga dapat dikomsumsi sampai ke berbagai daerah di pulau Jawa dan keluar pulau Jawa.

Dari cabang olah raga, Lamongan juga dikenal dengan sepak bolanya. Persatuan Sepak Bola Lamongan (Persela) mampu mengangkat reputasi nama Lamongan di pentas nasional. Persela beberapa kali telah menorehkan juara I Propinsi Jawa Timur. Tahun 2011 ini, persela U21 telah menyabet juara I Nasional. Prestasi demi prestasi yang lahir tentu bukan lahir dari sebuah ketidaksengajaan, akan tetapi merupakan upaya yang dirancang, dipersiapkan dan dikelola dengan baik.

Dari sekian banyak kemajuan yang ditorehkan Lamongan tersebut, yang perlu mendapat aksentuasi (perhatian/penekanan) yaitu adanya sikap mau maju, serius dan komitmen dalam memegang tugas dan amanah. Warga Lamongan tidak suka hidup kepura-puraan, akan tetapi menyukai hidup yang lugas, apa adanya dan tanpa pamrih.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kamis, 01 September 2011

Menanam Kebajikan dengan Bersilaturrahim

Mujtahid

SETELAH sebulan berpuasa di bulan ramadhan, tradisi umat Islam tanah air adalah merayakan hari raya idul fitri. Hari raya idul fitri merupakan momentum saling kunjung mengunjungi dan bersalam-salaman, serta saling maaf memaafkan. Tradisi sangat mulia itu sudah turun temurun sejak zaman dahulu kala.

Suasana silaturrahim seperti itu menjadi sangat indah dan mengesankan. Mengesankan karena silaturrahim sangat dianjurkan oleh Islam, bahkan menjadi sumber rezeki dan panjang umur seseorang. Tidak sebatas menjadi sumber rezeki dan memperpanjang umur, tetapi bahkan juga dikaitkan dengan melengkapi bulan suci ramadhan, yaitu sebagai penutup dan menyempurnakan ibadah puasa.

Manfaat silaturrahim ialah menjadikan umat Islam agar bisa hidup bersatu dan saling menjaga kebersamaan. Kelebihan lainnya yaitu untuk mengenal lebih dekat para keluarga, sanak kerabat, teman sejawat, dan para kolega yang selama ini kita mengenalnya sebatas melalui bentuk formal, atau acara-acara tertentu yang serba terbatas. Silaturrahim dapat menyambungkan hati ke hati, pikiran ke pikiran dan obsesi-obsesi selama ini belum terjalin atau karena satu hal yang menyebabkan putus kontak.

Sebagai sebuah tradisi yang begitu mensejarah di negeri ini, silaturrahim belum dapat tergeser oleh arus teknologi informasi. Sekalipun sudah banyak handphone sebagai penggati alat komunikasi, tetapi rasanya masih kurang afdhal bila belum berkunjung dan berjabat tangan. Sebab, sebagai nilai-nilai tradisi di masyarakat, seseorang belum dikatakan silaturrahim manakala belum mengulurkan tangan dan bertemu langsung sebagai tanda permohonan maaf.

Begitu pentingnya makna silaturrahim sebagai penyatu keluarga, mempererat ikatan kerabat, dan kolega ditempat kita bekerja, maka hari raya idul fitri menjadi ajang untuk saling kunjung mengunjungi, saling memberi dan menerima maaf satu sama lain. Bahkan tradisi jawa sebelum ramadhan dan hari raya tiba, biasanya ada ater-ater (mengantarkan nasi atau kuwe) dari rumah ke rumah sebagai tanda jalinan kemanusiaan untuk memupuk hati dan sanubari menjadi lebih subur.

Rasa penuh kekerabatan dan persaudaraan itu mestinya tidak sebatas seremonial dan berbasa-basi di kulit luarnya (lahiriyah) saja, akan tetapi harus tumbuh secara utuh antara yang diucapkan/ditampakkan dan dihayati dan tercermin dalam hati sanubarinya. Sebab dengan begitu, makna silaturrahim akan memberikan kemantapan dan keberkahan mendalam sesama kita. Budaya saling memaafkan dan mendo'akan adalah anjuran yang sangat mulia yang perlu kita gerakkan dalam kehidupan sehari-sehari.

Tali silaturrahim membuka kesempatan untuk mengukuhkan sifat kemanusiaan yang paling mendasar untuk saling menjalin hubungan satu sama lain. Manusia diciptakan Allah tidak mungkin ada yang sempurna seperti halnya malaikat, karena dalam dirinya masih ada sifat jahat, riya', takabbur, dan seterusnya. Sehingga tali silaturrahim adalah upaya untuk membersihkan noda-noda dan segala macam sifat tercela yang pernah dilakukan oleh bani adam itu.

Semangat silaturrahim juga mengukuhkan bahwa hubungan sesama manusia itu sangat penting. Barangkali karena kita kurang berhubungan dengan sesema manusia, kita tidak dapat mengalami kemajuan yang cukup berarti. Sebab dimensi silaturrahim itu sangat luas---- tidak saja dalam konteks minal aidin wal faizin atau mohon maaf lahir dan batin ---akan tetapi berkaitan dengan segi pendidikan, moral, sosial, ekonomi dan lain-lain.

Itulah dulu banyak orang berhasil dan sukses karena ada suasana silaturrahim yang tumbuh dan berkembang secara alamiah. Para santri atau murid dulu sering bersilaturrahim kepada guru atau ulama untuk menimba ilmu kepadanya. Tidak saja ilmu yang ditimba, tetapi juga sifat dan perilaku gurunya. Inilah yang sekiranya perlu ditumbuhkan untuk memperbaiki generasi saat ini.

Pada zaman dulu, para santri rela menelusuri jalan yang berbelok dan gelap gulita demi mendapatkan ilmu dengan cara bertemu atau bersilaturrahim kepada guru yang didengarnya. Sebagai tamu (murid) maka selalu mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunya. Sebab tamu itu bagaikan mayit (al-dhuyuf kal mayyit). Seorang tamu tidak boleh mengatur tuan rumah (shahibul bait), apalagi sampai memerintah tuan rumahnya. Itu artinya sebagai tamu yang transaksional, suka mengatur dan hanya ingin untuknya sendiri.

Sehingga makna silaturrahim bila dikaitkan dengan panjang umur, itu memang benar karena silaturrahim yang berkualitas. Silaturrahim yang tidak saja sekedar berjabat tangan lalu pulang, akan tetapi yang mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu lalu seseorang akan dapat hidup yang bermutu dan sangat panjang jika ilmunya itu diamalkan kepada sesamanya.

Silaturrahim tidak boleh hanya untuk kepentingan politik (karena atasan, atau orang memiliki kuasa), apalagi untuk hal-hal yang sifatnya transaksional. Hidup ini harus dibangun antara gerak badan dan suara hati harus seirama. Tidak boleh kalau hati berbicara iya, lalu tangan dan mulut bicara tidak. Itu artinya hidup belum seirama dan sebangun antara luar dan dalamnya. Silaturrahim sesungguhnya menyatukan antara yang luar (lahiriyah) dan yang dalam (batiniyah).

Untuk menyatukan lahiriyah dan batiniyah membutuhkan sikap wara'. Banyak orang yang secara luar terasa tampak indah dan manis, akan tetapi di dalamnya masih menyimpan rasa dendam dan musuh. Sifat inilah oleh Allah akan menjadi bahaya karena bertolak belakang dengan kehidupan sejatinya. Silaturrhamim harus mampu menghapus rasa dendam dan musuh yang selalu mengganjal dalam hati sanubarinya.

Semoga silaturrahim pada tahun ini dapat membuka lembaran baru guna melangkah hidup yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi sesama. Silaturrahim memberikan jalan kemudahan bagi siapapun untuk mendapatkan pertolongan dan bantuan. Silaturrahim dapat menghempaskan segala macam sifat keburukan dan menanamkan kebajikan untuk sesama manusia. Sehingga manusia dapat mencapai kehidupan yang mulia, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana do'a yang selalu kita ucapkan "rabbana atina fi dunya hasanah wafil akhiratina hasanah". Itulah sesungguhnya silaturrahim yang hendak kita bangun agar hidup kita mampu menyeimbangkan kemuliyaan antara dimensi hidup di dunia dan di akhirat.

*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang