Sabtu, 27 Agustus 2011

Meraih Hari Kemenangan




SEBENTAR lagi, umat Islam akan merayakan hari raya idul fitri 1432 hijriyah. Jika puasa pada bulan ramadhan kali ini berusia 29 hari, maka hari raya (1 Syawal 1432) akan jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Tetapi umat Islam Indonesia masih menunggu hasil keputusan rukyat yang akan dilakukan Kementerian Agama RI di seluruh wilayah Indonesia.

Sekalipun tahun ini misalnya harus berbeda penentuan hari raya idul fitri seperti yang pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya, sebab Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan 1 Syawal 1432 H bertepatan 30 Agustus 2011, tidak perlu ada perpecahan dan saling menghujat satu sama lain. Menurut prediksi beberapa pakar ilmu falak atau astronomi dikemukakan melalui media maupun dialog-dialog di sebuah forum, bahwa besar kemungkinan akan terjadi perbedaan dalam penentuan hari raya idul fitri kali ini.

Selama ini umat Islam memandang bahwa idul fitri adalah hari kemenangan, hari kembalinya jiwa umat Islam menjadi suci, baik dosa kepada Allah maupun sifat-sifat tercela yang dilakukan kepada sesamanya. Namun apakah setiap muslim secara otomatis mendapatkan hari kemenangan itu? Sebab ramadhan sebagai bulan "madrasatul nafs war ruh" hanyalah proses untuk memberikan pencerahan dan perubahan terhadap jiwa dan perilaku seseorang. Sebagai sarana pencerahan dan perubahan, maka apakah ramadhan dijadikan sebagai latihan pembiasaan yang mampu mengantarkan mereka untuk meraih prestasi kemenangan itu.


Untuk menggapai kemenangan itu biasanya memerlukan beberapa syarat. Pertama, seseorang harus memiliki niat dan motivasi yang kuat. Sekalipun niat dan motivasi itu bentuknya sangat sulit diukur---- sebab niat itu muncul dalam hati atau jiwa ---namun pengaruh niat dan motivasi sangat besar dampaknya bagi keberhasilan untuk menuai sebuah kemenangan. Bahkan, Rasulullah memberikan penjelasan bahwa jika sebuah amal perbuatan tidak diiringi dengan niat, maka semua amal perbuatan tersebut akan sia-sia.


Kemenangan--- apapun bentuk dan macamnya---tidak selalu hadir dengan sendirinya tanpa dibarengi dengan usaha atau ikhtiar. Akan tetapi kemenangan adalah sebuah proses yang melibatkan mata hati dengan sungguh-sungguh tanpa pamrih, riya' dan takabbur. Niat dan motivasi selalu dikaitkan dengan tujuan, harapan dan cita-cita untuk mendapatkan sesuatu, ialah ridha Allah Swt.

Niat dan motivasi menjadikan seseorang mudah bergerak jiwa dan fisiknya untuk melakukan sesuatu, walaupun terkadang agak sulit dan berat dikerjakan. Puasa mendorong orang untuk bersabar, berdisiplin, bertawakkal, serta menjaga lisan dan perbuatan yang tidak pastas dilakukan. Karena dorongan niat dan motivasi, semuanya amal kebaikan yang kita kerjakan menjadi ringan dan mudah.


Jadi niat dan motivasi sepanjang bulan puasa itu adalah modal yang sangat besar untuk menggapai hari kemenangan idul fitri. Artinya pasca ramadhan, niat dan motivasi itu harus kita jaga, bila perlu kita tingkatkan menjadi sebuah kebiasaan yang dapat menyatu dengan jiwa dan raga ini. Itulah cara bagaimana meraih kemenangan harus bersumber pada niat dan motivasi yang benar.


Kedua, kunci meraih kemenangan adalah kesediaan untuk berjuang dan berkorban. Ada banyak orang ingin menang dan berhasil dalam hidupnya, tetapi tidak dilakukan dengan berjuang dan berkorban. Cari ini biasanya didapat dengan cara curang, jalan pintas atau menghalalkan segala cara. Kemenangan mesti harus direbut melalui cara yang etis, sportif dan tanpa mengganggu orang lain.


Puasa selama satu bulan penuh senyatanya mengajarkan tentang pentingnya berjuang dan berkorban. Berjuang dan berkorban, selalu dikaitkan antara harta dan jiwa. Beberapa ayat dalam al-Qur'an, Allah memerintahkan bahwa berjuang dan berkorban itu harus dengan harta dan baru kemudian disusul dengan jiwa raga. Ayat al-Qur'an tersebut khithabnya ditujukan bagi orang yang sekiranya mampu, baik secara finansial (kekayaan) maupun kemampuan jiwa raganya. Namun bentuk pengorbanan itu dapat dikeluarkan sesuai tingkat kemampuannya masing-masing.

Namun tatkala kita melihat beberapa tayangan telivisi, bahwa orang yang selalu tulus ihlas berjuang dan berkorban adalah orang yang hidupnya sederhana, bahkan pas-pasan. Sebaliknya, banyak orang yang secara finalsial cukup dan kaya, tetapi justru semangat memperoleh rezeki dengan cara tidak halal dan menipu. Puasa sesungguhnya mengajari satunya hati dan perbuatan. Apa yang tertanam dihati tercermin atau tampak dari perbuatannya.

Sikap berjuang dan berkorban itu mengalahkan segala macam rintangan serta godaan yang membelenggu kita. Tatkala puasa, kita berjuang untuk tidak marah, tidak menggunjing, tidak menyakiti dan berjuang untuk tidak meninggalkan amal ibadah yang diperintahkan Allah. Dengan berpuasa, kita terasa ringan untuk melaksanakan shalat malam berjama'ah, beri'tikaf di masjid atau mushalla, membaca al-Qur'an hingga khatam, serta masih banyak lagi. Namun anehnya, pasca idul fitri semua aktivitas yang indah dan mulia itu tidak terlihat kembali.


Puasa juga membelajarkan umat Islam untuk membiasakan berkorban. Kalau saat ramadhan seseorang dengan ringan mengeluarkan sedekah, membantu pembangunan masjid, memberi ta'jil, mengeluarkan zakat, serta memberikan beberapa hadiah untuk orang-orang yang perlu mendapatkannya. Sikap berjuang dan berkorban inilah yang kira-kira akan menjadi kunci meraih sebuah hari kemenangan. Tanpa berjuang dan berkorban sulit rasanya untuk meraihnya.

Ketiga, kunci kemenangan memerlukan komunikasi dengan Allah dan sesama manusia. Agar tidak melahirkan sikap takabbur dan egois, bahwa sesungguhnya kemenangan itu adalah semata-mata datangnya dari Allah. Kemenangan juga dapat terjadi karena upaya dan sentuhan oleh orang lain, walaupun usaha berasal dari diri sendiri. Sukses tentu melibatkan kehadiran Allah dan sesama manusia sebagai media yang menyebabkan kita berhasi menang.


Puasa membelajarkan manusia agar dekat dengan Allah dan dekat dengan sesama manusia. Tidak ada satu pun ayat atau hadits yang mengajarkan bahwa pada bulan puasa supaya kita uzlah (menyendiri) meninggalkan aktivitas dan kerjasama dengan orang lain.


Semakin dekat dengan Allah langkah seseorang untuk menjalankan kebaikan akan semakin mudah. Begitu pula dengan bersama-sama (berjama'ah) seseorang menjadi lebih ringan melangkan kakinya untuk datang shalat ke masjid, melantunkan tartil al-qur'an, serta meringankan tangannya untuk menyalurkan rezikinya untuk kepentingan dan kemaslahatan ummat.

Puasa membelajarkan manusia agar terbangun hubungan yang kuat baik kepada Allah dan manusia (hablum minallah wa hablum minan nas). Barangkali karena hubungan kita kurang dekat dengan sesama manusia, maka rezeki menjadi macet, ilmu yang diperoleh tidak barakah (manfaat),serta tidak dapat menyumbangkan kontribusi untuk orang lain. Puasa selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, juga mendekatkan diri kepada sesamanya.

Dari ketiga kunci tersebut di atas, semoga kita termasuk orang yang akan mendapat predikat kemenangan itu. Walau kita nanti tidak berada pada bulan ramadhan, kita dapat mempertahankan dan meningkatkan amal ibadah sebagaimana selama bulan ramadhan itu. Orang yang merayakan hari kemenangan idul fitri adalah orang yang mampu mempertahankan serta meningkatkan seluruh amal ibadah seperti bulan ramadhan. Sebaliknya, orang yang tidak menang alias merugi adalah orang yang tidak mampu mempertahankan, apalagi meningkatkan kualitas amal ibadahnya.

*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Rabu, 24 Agustus 2011

Tradisi Mudik Kian Mengasyikkan

SETIAP tahun, jumlah pemudik lebaran mengalami peningkatan. Tahun ini diprediksi meningkat lebih banyak dari tahun kemarin. Ritual tahunan ini selain membuat ruas jalan transportasi arus utama menjadi sangat padat, juga rawan kecelakaan (bahaya) dan mengundang tindakan kriminal bagi sekelompok orang yang memanfaatkan kesempatan mudik ini. Tak hanya itu, harga tiketpun juga sebagian mengalami kenaikan sesaat yang dinilai sangat memberatkan para pemudik.

Kalau setiap tahun mengalami kenaikan kuantitas pemudik, berarti pada setiap tahunnya juga mengalami “urbanisasi” pada semua kelas masyarakat, baik para pekerja, pelajar, pedagang, politisi ataupun para “pengemis”. Suasana mudik memang menjadi khas budaya Indonesia, yang memiliki makna dan nilai sangat urgent bagi kehidupan sosial. Mudik adalah tradisi masyarakat untuk merayakan hari raya atau hari besar Islam dengan cara kembali ke tanah air atau kampong halaman. Mereka mudik (kembali) ke kampong halamannya ialah untuk menjalin silaturrahim kepada orangtua, sanak saudara dan para tetangga yang dulu pernah hidup bersama-sama.

Mudik dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami sepi, melainkan justru semakin bertambah ramai. Ramainya para pemudik itu juga ikut menyemarakkan lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Mereka pulang kampong dengan membawa oleh-oleh khas, mulai dari barang yang berupa sandang/pakaian, makanan, buah-buahan yang sudah diawetkan, obat-obatan, hingga berupa harta/uang untuk dibagi kepada anggota keluarganya.

Rasanya kita sebagai umat Islam, harus menyempurnakan ibadah puasa itu dengan menyambung silaturrahim kepada orangtua, sanak keluarga dan orang-orang yang selalu dekat dengan kita. Sehingga walaupun tempat/daerah itu terasa jauh, kita rela mudik dengan biaya, tenaga dan pengorbanan yang tidak ringan, demi untuk menjalin silaturrahim, saling berma’afan dan menikmati “kebersamaan” atau “bercengkrama” dengan orang yang selama ini lama kita tinggalkan.

Tradisi mudik memang sangat unik. Dibilang unik karena ada sebuah ‘magnit batin’ atau ikatan emosional antara pelaku dengan keluarga, sanak saudara, komunitas kampungnya, serta kekhasan lain, seperti kerinduan akan makanan, minuman, budaya dan sebagainya.

Budaya lebaran atau “riyayan” hingga saat ini ternyata masih sangat kuat. Padahal di zaman yang sudah mengalami perubahan sangat besar khususnya teknologi dan informasi juga tidak mampu menggantikan tradisi dan ritual tahunan ini. Sejak dulu masyarakat Indonesia, mulai dari aspek tradisi-budaya hingga kesukuan, memang dikenal sangat kuat jiwa paternalistiknya. Penyatuan mereka terasa kembali utuh jika mereka bisa bertemu dengan orang-orang dekat, keluarga, bahasa, kampung, serta karakteristik lainnya.

Jiwa rindu, cinta, dan kasih sayang pantas hanya untuk insan (manusia) yang berhati suci. Tatkala mereka lama meninggalkan segala apa yang mereka tinggalkan, maka ada saatnya mereka untuk bisa bertemu kembali, yaitu melalui mudik lebaran. Ada luapan perasaan dari lubuk hati sanubari yang dalam yakni suka cita yang terpancar disaat berkumpul bersama orangtua, suami, istri, anak, dan keluarga dekat.

Kalau boleh diilustrasikan, sepertinya ada semacam suntikan energi (cahaya/kekuatan baru) yang merasuk kedalam dada sanubari seorang insan, setelah bersilaturrahim dengan mereka itu. Jiwa saling memafkan, mendo’akan, “berbagi” merupakan “manhaj” atau jalan untuk melepaskan rasa kangen dan menyambung kembali tali ikat persaudaraan (ukhuwah) yang telah terputus, karena pekerjaan, tugas belajar, merantau mencari nasib keberuntungan, dan seterusnya.

Untuk menata jalan ‘hidup yang panjang’ memang butuh nasehat, pengalaman, dan do’a dari orangtua, keluarga kerabat bahkan dari siapapun. Sehingga sesukses apapun orang, jalan itu sangat penting untuk tetap dilestarikan. Yaitu dengan cara menyapa orangtua, saudara, keluarga dekat, guru, serta siapa saja yang pernah berjasa. Moment lebaran adalah suasana untuk memperkukuh tali persaudaraan yang terputus dan melepaskan segala prasangka buruk dan keji kepada siapapun.

Semoga para pemudik tahun ini dapat menemukan makna dan arti yang hakiki dari tradisi ritual yang mensejarah itu. Proses mudik yang dilakukan tidak menambah beban kepada banyak pihak, tetapi mampu menemukan solusi, menumbuhkan jiwa yang fitri, tulus, jujur dan sabar.

*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang

Minggu, 14 Agustus 2011

Asah Kreativitas Guru Melalui PLPG


Mujtahid*)

SEJAK seminggu yang lalu Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menyelenggarakan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi guru-guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sekolah umum dan Islam. Pelatihan yang diikuti oleh para guru SD hingga SMA itu merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan Fakultas Tarbiyah sebagai lembaga LPTK yang berhak untuk mensertifikasi guru PAI dilingkungan Kementerian Agama RI.
Berbeda dengan format tahun sebelumnya, saat ini sertifikasi guru langsung mengikuti PLPG tanpa melalui tahap uji penilaian portofolio guru seperti biasanya. Portofolio guru adalah kumpulan dokumen outentik yang pernah dilaksanakan atau diraih guru sepanjang menjabat tugas sebagai guru dan ditunjang dengan bukti-bukti administrasi lain yang sah. Sertifikasi guru melalui jalur penilain portofolio guru pada tahun ini sepertinya dihentikan karena beberapa alasan yang kurang efektif dan kredibel.
Memang sejak awal digulirkan, sertifikasi guru melalui penilaian portofolio dipandang kurang efektif dan fokus untuk melihat dan mengukur kompetensi guru. Kalau ukurannya peningkatan kompetensi, rasanya sulit jika alat ukurnya adalah hanya melalui penilaian dokumen. Apalagi, akhir-akhir ini, tidak sedikit para guru yang berhasil lulus sertifikasi jalur portofolio itu justru bukan dari upayanya sendiri, melainkan atas sentuhan pihak lain atau dari upaya biro jasa (penyedia bukti-bukti fiktif) yang menjajakan kepada guru. Jadi tingkat kredibilitas kelulusan sertifikasi guru dianggap kurang mantap, karena ulah sebagian guru yang merekayasa dokumen palsu tersebut.
Perubahan kebijakan seperti itu biasanya selalu membawa dampak atau pengaruh bagi pelaku, yakni para guru dan asesor. Bagi guru, perubahan tersebut berimplikasi positif atau menyenangkan karena mereka tidak lagi bersusah payah menghimpun lembar demi lembar berkas dokumen serta bukti-bukti administrasi yang begitu berat. Belum lagi penggadaan dokumen tersebut yang tentu saja akan merogoh kocek tidak sedikit yang harus mereka keluarkan untuk penggandaan portofolio.
Sementara bagi asesor, kebijakan tersebut tentu saja tidak menggembirakan karena dapat mengurangi ‘pemasukan' yang biasanya lumayan besar. Meski demikian, kebijakan itu harus disambut dengan penuh rasa syukur dan gembira karena asesor masih memperoleh ‘berkah' dari kegiatan PLPG. Seperti biasanya, kegiatan PLPG dilaksanakan 10 hari sekali angkatan, yang tentu saja dapat mengganti penilaian berkas portofolio itu.

Asah Kreativitas dan Tumbuhkan Inspirasi
Kebijakan sertifikasi guru yang kini melalui jalur PLPG merupakan pilihan yang tepat dan efesien. Sebab, PLPG yang menggantikan penilaian dokumen adalah penilaian berbasis proses yang jauh lebih riil bermanfaatnya bagi para guru. Sekalipun hanya sepuluh hari lamanya, mereka dilatih dan dibimbing untuk memahami aspek kompetensi pedagogi, profesional, sosial dan kepribadian sebagaimana amanat PP. 19 tahun 2005.
Pelaksanaan PLPG di LPTK Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang diformat sesuai dengan visi-misi dan tujuan universitas, yaitu mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan akhlak, serta menyebarluaskan ilmu dan ketrampilan. Tak ketinggalan, semua peserta juga diajari shalawat irfan, yang merupakan ciri khas shalawat UIN Maliki Malang. Peserta PLPG juga diajak shalat jama'ah bersama, terutama shalat tarawih yang secara bergantian dari kelompok ke kelompok yang menjadi petugas adzan, imam, penceramah dan seterusnya adalah para guru itu sendiri. Pelatihan tersebut tanpak indah sekali dan benar-benar proses pendidikan yang mengajarkan kedisiplinan, ketulusan, serta menumbuhkan kebiasaan-kebiasan yang berbudi pekerti luhur.
Untuk mengasah kompetensi pedagogi, para peserta PLPG diajak mempelajari model/pendekatan dan strategi pembelajaran. Materi ini dikemas dengan pendekatan pembelajaran yang memadukan antara teori dan praktik. Para guru dibekali teori pembelajaran oleh masing-masing asesor dan kemudian dipraktikkan. Yang menyenangkan adalah mereka dapat saling bekerjasama, berbagi pengalaman, dan saling membantu dalam setiap kegiatan praktik mengajar.
Target dari materi model pembelajaran ialah untuk meningkatkan kemampuan mendesain dan mempraktikkan pembelajaran yang kreatif, inovatif serta inspiratif. Melalu materi tersebut para guru dapat memacu kreatifitasnya guna memperoleh pengalaman baru dalam menggali bentuk-bentuk pembelajaran yang kontekstual dan unggul. Tujuannya materi ini ialah semua peserta diklat dapat menerapkan model dan strategi itu pada sekolahnya masing-masing. Dari PLPG itu dapat dipetik pelajaran bahwa mengasah "kreativitas" dan energi potensi positif agar tumbuh dan berkembang secara efektif, ternyata membutuhkan jiwa kebersamaan, kerjasama, saling percaya, berberjuang keras dan berkorban. Para peserta itu sepanjang yang saya lihat memiliki jiwa itu, walau mereka berasal dari berbagai daerah kabupaten/kota dan sekolah yang berbeda-beda pula.
Sekalipun status mereka guru tetapi merasa dirinya tidak canggung walau jadi murid (peserta), yang siap menerima dan diminta untuk mempraktikkan model dan strategi pembelajaran. Tatkala salah seorang peserta diminta praktik/tampil untuk mencoba beberapa strategi pembelajaran, meraka juga dapat memposisikan diri sebagai murid, walau yang tampil adalah temannya sendiri. Modal kebersamaan dan kerjasama itulah sesungguhnya kekuatan sekaligus cara mulia untuk membangun kompetensi guru.
Selain itu, para peserta PLPG juga mendapat materi pengembangan materi PAI, perencanaan pebelajaran, evaluasi pembelajaran dan penelitian tindakan kelas (PTK). Sama seperti materi model dan strategi pembelajaran, para guru juga lebih ditekankan pada praktik. Matari Pengembangan PAI misalnya, para guru membuat peta konsep tentang masing-masing kompetensi dasar PAI yang perlu dikembangkan secara luas dan integral dengan pengetahuan lain. Seperti membahas tentang binatang halal dan haram. Dalam sebuah diskusi kelompok itu ada yang mempresentasikan bahwa binatang haram seperti babi, sekarang ini menjadi halal. Halal karena daging babi diproses terlebih dahulu dan dicapur dengan bahan lain untuk digunakan makanan binatang lainnya, seperti ayam, bebek, ikan, dan seterusnya. Ternyata ikan, bebek, ayam tersebut menjadi lebih sehat dan cepat pertumbuhannya karena berkat asupan daging babi itu. Pengembangan seperti itu merupakan terobosan baru untuk memperluas materi fiqih yang selama ini memandang bahwa binatang babi adalah binatang haram dan secara serta merta kita sangat benci. Itulah gambaran inspirasi guru bagaimana membicarakan soal pengembangan materi yang biasanya sulit diterjemahkan oleh para guru PAI, dan masih banyak hal lagi yang mereka hadirkan pada kegiatan PLPG itu.
Begitu halnya dengan materi-materi lainnya, para narasumber/instruktur mengasah mereka menumbuhkan sikap kreatif dan inspirasi kegiatan pembelajaran di PLPG. Kegiatan pembelajaran, apapun tingkatannya memang membutuhkan pergumulan, transfer pengalaman, serta keberanian dalam mengekspresikan potensi yang dimilikinya, tak terkecuali para guru itu sendiri. Semoga para guru yang telah mengikuti PLPG selama 10 hari itu mampu menggerakkan inovasi sekolahnya, menjadi pelopor para rekan sejawatnya, serta yang tidak kalah pentingnya ialah sebagai contoh tauladan bagi murid-muridnya.

*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang